MEDIAHARAPAN.COM, Jakarta – Wabah pandemi belum terjadi di zaman Nabi, tetapi Nabi Muhammad shalla-Llahu ‘alaihi wa sallama sudah mengajarkan, kalau itu terjadi, bagaimana umatnya menyikapi
Nabi bersabda
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوهَا وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا مِنْهَا
Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu (HR. al-Bukhari)
Hadits ini menjelaskan larangan memasuki wilayah pandemi, agar tidak tertular. Begitu juga bagi yang sudah di dalam tidak boleh keluar, agar tidak menularkan kepada yang lain. Kecuali, keluar dari wilayah itu untuk berobat
Ketika pandemi ini terjadi si zaman Khilafah ‘Umar, saat itu wilayah pandeminya adalah Amawash, dekat Palestina, wilayah Syam. Umar ketika itu tiba di Saragh, tapi sahabat-sahabat yang dari wilayah Syam mengingatkan beliau untuk tidak ke sana
Sesungguhnya Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilayah bernama Sargh. Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah berkata, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR. Muslim)
Umar kemudian menugaskan Abu Musa al-Asy’ari agar menjadikan Saragh sebagai wilayah transit, untuk pengobatan, bagi korban pandemi yang terjadi di Amawash. Termasuk Abu Ubaidah al-Jarrah, dan beberapa sahabat
Selain itu ada hadits lain yang memerintahkan lari dari wilayah pandemi, dan menjauhkan diri dari orang yang terkena pandemi. Semua ini adalah ikhtiar, terkait dengan halah (kondisi). Bukan sebab. Karena sebabnya adalah Allah
Sebagaimana mencari rizki. Bekerja itu bukan sebab, tetapi halah (kondisi). Kadang rizki datang, kadang tidak. Karena sebab rizki adalah Allah. Menghindari wabah ini bukan sebab sehat/sakit, karena sebabnya Allah. Tapi, inilah ikhtiar yang diwajibkan
Islam tegas dalam hal ini. Mencegah mudarat, tak ada toleransi!
Lockdown Hukumnya Wajib Untuk Mencegah Penularan Wabah
Apa yang dikhawatirkan jika tidak dilakukan Lockdown? Ekonomi mandeg, bahkan terpuruk?
Jawabannya, Lockdown pasti akan berdampak pada ekonomi. Ekonomi akan seret, mandeg, bahkan terpuruk. Itu hampir pasti
Tapi, semua itu bisa dipulihkan kalau manusianya hidup, sehat dan pulih dari serangan virus Covid-19, dan virus yang lain
Bagaimana kalau tidak dilakukan Lockdown, memang ekonomi tetap jalan, tapi seret, karena ketakutan mau berinteraksi dengan orang lain. Ketakutan merebak ke mana-mana
Penyebaran virus semakin tidak terkendali. Bisa dari pasar, mall, cafe, transportasi umum, dan sebagainya. Maka, akhirnya sama saja. Ekonomi pun macet, korban berjatuhan, tak terhitung jumlahnya.
Mana yang harus dipilih oleh negara dalam kondisi seperti ini:
Jawabannya, mencegah bahaya (mudarat) itu lebih penting. Bahaya (mudarat) yang mengancam nyawa itu nomer satu. Karena itu, sampai Nabi menyebut
لزوال الدنيا أهون عند الله من قتل المرء المسلم
Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah, ketimbang terbunuhnya nyawa seorang Muslim
Maka, tindakan Islam tegas dan disiplin. Nabi marah besar, ketika ada dua orang yang mendahului rombongan pasukan, kemudian sudah dilarang meminum air yang sedikit di sumber airnya, tapi tetap saja diminum. Karena tindakan dua orang itu membahayakan semua pasukan
Dalam konteks pandemi, haditsnya juga sudah jelas. Lockdown. Jangan memasuki wilayah pandemi. Jangan juga keluar dari sana, kecuali untuk berobat. Jelas, dan tegas
Mana yang harus dikorbankan? Nyawa, atau ekonomi? Jawabannya ekonomi. Tapi, bagi kaum Kapitalis, mengorbankan nyawa tidak jadi masalah, yang penting ekonomi dan kekuasaan di tangan
Pertanyaannya, bukankah kekuasaan dan ekonomi itu untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat? Kalau rakyatnya mati, untuk apa ekonomi? Untuk apa kekuasaan
Soal ketakutan kalau Lockdown nanti bagaimana perputaran ekonomi? Bagaimana soal rizki? Jawabannya, rizki itu di tangan Allah. Maka, Allah sudah mengatur semuanya. Selama masih ada kehidupan, Allah pasti jamin rizki makhluk-Nya
Inilah yang seharusnya dilakukan negara.
Penulis: Ustadz Hafidz Abdurrahman