MEDIAHARAPAN.COM, Semarang – Di pagi yang cerah, di sudut sebuah pasar yang ramai beraktivitas, berkumpulah sejumlah anggota masyarakat yang sedang asyik berdiskusi tentang kondisi negara akhir-akhir ini.
Seorang mantan TKW, Bu Yuyun yang pernah bekerja di Malaysia, sedang asyik bercerita betapa beruntungnya dia mempunyai seorang presiden seperti Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang telah mengeluarkan banyak program untuk mensejahterakan rakyatnya, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan lain lain.
Di samping itu, Bu Yuyun juga berterima kasih karena Presiden Jokowi memenuhi janjinya untuk memulangkan 1.428 TKI ilegal di Malaysia, termasuk di antaranya bu Yuyun yang sempat mendapat perlakuan kurang baik dari majikannya.
Berbeda dengan Bu Yuyun, pemilik warung tempat berkumpulnya para warga, Yu Dirah justru mengeluhkan kenaikan harga sembako yang berimbas pada penurunan usaha dagangnya. Pernyataan ia didukung oleh Mas Tri selaku pedagang busana awul-awul yang pula mengutarakan kenaikan harga disegala sektor.
Cuplikan cerita diatas merupakan intisari cerita dalam sebuah pementasan teater yang berjudul ‘PEMIMPI(N)?’, yang dilaksanakan oleh para mahasiswa dan mahasiswi jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Semarang (UNNES) yang tergabung dalam komunitas pecinta teater yaitu Teater Usmar Ismail, di Semarang kemarin malam.
Dalam pementasan tersebut para mahasiswa sengaja mengambil setting cerita dengan mempertontonkan opini masyarakat yang beraneka ragam tentang kenerja pemerintah saat ini.
Dalam wawancaranya, sutradara drama tersebut, Rani Kusuma Dewi mengatakan, pentas ini ingin menyampaikan sebuah cerminan realita yang terjadi di tengah masyarakat masa kini. Mereka lebih suka main hakim sendiri dalam menilai kinerja pemerintah tanpa mengetahui secara jelas parameter keberhasilan maupun kegagalan sebuah program pembangunan.
“Program-program yang dicanangkan pemerintah itu sudah pasti demi kesejahteraan rakyat, bukan malah sebaliknya. Oleh sebab itu, kita sebagai rakyat haruslah menghargai dan mendukung program-program tersebut, bukan malah beranggapan negatif, atau bahkan menghinanya,” ujarnya, Jumat, (23/3).
Pentas seni ini, terang Rani, diadakan sebagai bentuk eksistensi para pegiat teater di kalangan mahasiswa. Merekalebih suka menyampaikan pesan dan kritik sosial melalui sebuah pertunjukan seni daripada melakukan aksi demo yang sangat populer di kalangan mahasiswa.
Melalui pentas seni, kata dia, diharapkan pesan dan kritik yang disampaikan dapat lebih mudah dipahami dan menjangkau ke semua lapisan masyarakat luas.
“Alangkah baiknya pesan-pesan sosial itu disampaikan dalam kemasan yang indah sehingga apa yang menjadi harapan masyarakat dapat diterima dengan baik oleh pemerintah,” ungkap Pimpinan Produksi, Ana Sutopo.
Sikap pro dan kontra terhadap sebuah program pembangunan, merupakan hal yang wajar dalam dinamika masyarakat yang heterogen. Namun dengan adanya pementasan teater ini, diharapkan para penonton dapat menyadari betapa pentingnya sebuah dukungan terhadap setiap program yang telah dicanangkan pemerintah demi masa depan Indonesia yang lebih baik. (Cecep Gorbachev)