MEDIAHARAPAN.COM, China – Penyelenggaraan Kongres Partai Tunggal China akan berlangsung ditengah kondisi negara Tirai Bambu menghadapi krisis multi dimensi, apakah Presiden Xi Ziping tetap bertahan. Krisis panjang di China sejak terbongkanya skandal keuangan raksasa properti china Evergrande, berakibat sektor perumahan mendapat sentimen negatif. Pukulan keras ekonomi China, karena sektor properti terkoneksi dengan industri lain yang berkontribusi terhaadapnya menyumbang hingga sepertiga dari Produk Domestik Bruto (PDB) China.

Krisis lain di China adalah hantaman krisis listrik, karena kekurangan pasokan batu bara dikombinasikan dengan permintaan daya yang kuat dari industri dan rumah tangga. Kondisi ini pula yang mendorong harga batu bara terus mencetak rekor tertinggi, dan memicu pembatasan penggunaan listrik yang meluas.
Krisis Energi berimbas Pemadaman Listrik masal, Menjelang musim dingin dan Stok Batubara langka. Perlu diketahui, produksi listrik China meningkat sebesar 616 Terawatt-hours (13%) selama Januari-Agustus 2021 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Krisis energi berdampak banyak perusahan kecil alih sumber energi memakai generator disel, atau tutup tidak beroperasi. Sudah tiga provinsi mengalami kerisis energi, Provinsi Heilogjiang, Jilin dan Liaoning populasi penduduk di tiga provinsi tersebut hampir 100 juta jiwa
Pertumbuhan konsumsi dipimpin oleh sektor jasa (+22%) dan industri primer (+20%), dengan peningkatan yang agak lambat tetapi masih cepat dari manufaktur (+13%) dan pengguna perumahan (+8%).
Sebagian besar peningkatan telah dipasok oleh pembangkit listrik termal, terutama Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara, yang meningkatkan output sebesar 465 TWh (14%) dalam delapan bulan pertama, menurut Biro Statistik Nasional (NBS).
Sementara output dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebenarnya sedikit turun pada tahun ini dan berjalan pada level terendah sejak 2018, sehingga mengintensifkan tekanan pada pembangkit listrik termal untuk menutupi kekurangan tersebut.
Unit pembangkit termal berjalan rata-rata 2.589 jam dalam tujuh bulan pertama tahun ini, naik 12% dari 2.321 tahun lalu, menurut China Electricity Council, yang mewakili produsen listrik.
Meningkatnya produksi PLTU berdampak pada peningkatan permintaan batu bara. Tapi produksi batu bara di dalam negeri hanya tumbuh 6% dibandingkan tahun lalu. Akibatnya, stok batu bara semakin menipis dan mendorong peningkatan harga.
Harga batu bara naik lebih dari dua kali lipat menjadi hampir US$210 per ton dari hanya US$90 per ton pada tahun lalu, berdasarkan kontrak yang paling aktif diperdagangkan di Zhengzhou Commodity Exchange.
Ditambah dengan adanya sengketa dagang dengan Australia, membuat pasokan batu bara juga terbatas. Australia merupakan eksportir batu bara terbesar kedua di dunia.