Jakarta – Ketua Tim Penasihat Hukum terdakwa perkara dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Trimoelja D. Soerjadi napak tidak menerima dengan keputusan Majelis hakim yang menolak Eksepsi mereka.
Trimoelja mengklaim bahwa Ahok tidak bisa langsung dijerat hukuman sebelum mendapatkan teguran terlebih dahulu sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1/PNPS/1965.
Habiburrokhman, salah seorang pengacara yang turut melaporkan Ahok dalam kasus penistaan agama membantah argument Ketua kuasa hukum Ahok. ia menganggap pernyataan Trimoelja tidak tepat dan salah tempat,
Menurut Habiburrokhman Dalil tersebut cukup kuat jika dimasukkan ke jawaban dalam pokok perkara sedangkan Tim Kuasa hukum Ahok memasukkannya dalam Eksepsi dan akibatnya pada saat Pledoi nanti mereka tidak bisa memasukkan kembali dalil tersebut.
“Dengan demikian jalan Ahok untuk masuk ke penjara Salemba atau Cipinang sudah terbuka lebar” ungkap Habiburrokhman dalam catatannya yang diterima Redaksi Mediaharapan.com, Selasa (27/12/2016)
Berikut bantahan lengkap Habiburrokhman atas argument ketua Kuasa hukum Ahok, Trimoelja D. Soerjadi:
EKSEPSI DITOLAK HAKIM, AHOK KEHABISAN AMUNISI
By. Habiburokhman
Ada satu hal penting yang luput dari pembicaraan publik soal ditolaknya eksepsi Ahok pada persidangan PN Jakut Selasa (27/12/16) ini. Hal tersebut adalah dipatahkannya salah satu amunisi penting Penasehat Hukum Ahok yakni dalil bahwa Ahok tidak bisa langsung dijerat hukuman sebelum mendapatkan teguran terlebih dahulu sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1/PNPS/1965.
Dalil tersebut sebenarnya cukup kuat jika dimasukkan ke jawaban dalam pokok perkara, namun entah mengapa Penasehat Hukum Ahok memilih memasukkannya dalam eksepsi dan berbuah sangat pahit bagi mereka yakni ditolak mentah-mentah. Akibatnya mereka tidak bisa memasukkan kembali dalil tersebut pada pledoi mereka nanti.
Jika merujuk pada perdebatan menjelang penetapan tersangka beberapa waktu lalu, saat ini hanya tersisa dua argumentasi andalan Penasehat Hukum Ahok yang akan diperiksa di pokok perkara. Dua argumentasi tersebut adalah soal pemenuhan unsur “dengan sengaja” dan soal kekuatan mengikat fatwa MUI. Soal pembuktian benar tidaknya redaksi pidato Ahok sudah tidak dibahas karena Ahok sendiri sudah mengakui apa yang dia sampaikan di Kepulauan Seribu.
Saya fikir JPU tidak akan sulit membuktikan unsur “dengan sengaja” sengaja tersebut. Klaim bahwa kalimat Ahok yang disampaikan secara spontan dan lisan tidak bisa membuktikan adanya niat Ahok untuk menodai agama sangat mudah dipatahkan.
Dari bukti-bukti yang telah disampaikan Pelapor, dapat diketahui bahwa Ahok memang sudah sering mempersoalkan orang yang menyampaikan Surat Al Maidah ayat 51. Bahkan ada bukti tertulis berupa buku berjudul Merubah Indonesia dimana Ahok menyatakan ada ayat yang digunakan untuk memecah belah rakyat. Jadi pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu bukanlah keseleo lidah belaka.
Selaian itu JPU juga akan mudah membuktikan bahwa fatwa MUI memang tepat untuk dijadikan rujukan. Sudah ada puluhan yurisprudensi hukum pidana yang membuktikan bahwa dalam kasus penodaan agama Islam maka yang menjadi rujukan adalah fatwa MUI. Kalau kali ini Hakim menolak fatwa MUI, dikhawatirkan akan menimbulkan reaksi keras masyarakat.
Dengan demikian jalan Ahok untuk masuk ke penjara Salemba atau Cipinang menurut saya sudah terbuka lebar. Tinggal Ahok dan pengikutnya siapkan diri dan mental mereka masing-masing. Berani berbuat, berani bertanggung-jawab, itu baru kesatria.
Salam Hormat