MEDIAHARAPAN.COM, Bekasi – Perkembangan fenomena LGBT yang semakin masif mengkhawatirkan banyak pihak. Pergerakan pegiat LGBT yang terstruktur dan sistematis menyebar melalui berbagai cara. Mengantisipasi fenomena tersebut, Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Dakwah Islam (LPPDI) Thoriquna bergerak menggelar seminar ketahanan keluarga dengan tema ‘Memutus Mata Rantai LGBT Menyelamatkan Generasi’ yang diselenggarakan di Hotel Aston Imperial Bekasi pada Sabtu (23/2/2019).
Sejumlah pembicara berkompeten dihadirkan mengisi kegiatan tersebut, diantaranya Psikolog dan Pakar Parenting Elly Risman,S.Psi., Ketua Umum Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Rita Soebagio,, S.PT., M.Si serta Aktivis Dakwah dan Pembina Muslimat Thoriquna, Ainun Syafa’ah.
Dalam paparannya, Elly Risman mengatakan bahwa perkembangan perilaku zina, LGBT, dan semisalnya berasal dari lingkungan terdekat seseorang, yaitu yaitu telepon genggam atau handphone. Oleh karena itu, ia berharap orang tua selektif dalam memberikan HP pada anak.
“Orang tuanya sendiri yang memberikan Handphone pada anaknya. Survei menyatakan rata-rata orang tua memberikan handphone kepada anak dari usia 4-6 tahun,” jelasnya.
Lanjutnya, saat anak sudah mengenal handphone handphone, maka mereka dengan mudah mengakses media sosial. Sementara orang tuanya sibuk dengan aktivitasnya sendiri.
Kerapkan orang tua beralasan memberikan handphone karena sibuk dan menginginkan anaknya diam, untuk itu mereka memberikan anak kesempatan menonton YouTube atau bermain games.
“Padahal, di sana ada iklan, secara tidak sadar anak kita bisa melihat pornografi,” ungkapnya.
Elly berharap para orang tua sudah menanamkan nilai-nilai agama dan mengajarkan anak supaya bijak menggunakan teknologi sejak dini untuk mencegah ekses negatif media sosial.
Ia juga menekankan bahwa mendidik anak bukan hanya peran seorang ibu, melainkan peran ayah juga sangat penting.
“Masing-masing harus memainkan peran yang baik bagi anak, sehingga dapat tumbuh menjadi generasi terbaik,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Umum AILA Rita Soebagio dalam pemaparannya ini menjelaskan bahwa perkembangan LGBT berkaitan erat dengan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS). Karena, pegiat LGBT sejak lama berjuang melalui berbagai instansi yang strategis untuk mendapatkan legitimasi hukum dan sosial.
“RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini salah satu perjuangan mereka melalui legislatif untuk mendapat pengakuan dan legal di Indonesia,” katanya.
Selain kelompok LGBT, sambung Rita, kaum feminis juga ikut memperjuangkan RUU P-KS. Sebab, mereka menginginkan keberadaannya dapat diterima di Indonesia, meski perilaku mereka sangat bertentangan dengan nilai-nilai agama dan Pancasila.
Ditengah berjalannya seminar, panitia juga mengumpulkan sejumlah tanda tangan penolakan terhadap pensahan RUU P-KS. Rencananya tanda tangan itu yerus akan digulirkan ke publik untuk diserahkan kepada lembaga legislatif.
Thoriquna sendiri mengaku akan terus berkomitmen menggerakkan misi-misi kemanusiaan dan menegakkan syariat Islam. Para pegiat Thoriquna dalam membantu masyarakat juga selalu mengamalkan hadits nabi yang berbunyi: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”.
“Dengan kemampuan yang terbatas, kontribusi Thoriquna kepada sesama Muslim adalah bentuk ihtimam (perhatian) dan upaya menebarkan kasih sayang,” ungkap Ketua Thoriquna, Muntaha Bulqini.
Acara seminar itu sendiri diselenggarakan melalui kerja sama LPPDI Thoriquna, Aliansi Cinta Keluarga (AILA), Radio Dakta, dan Wahana Muda Indonesia (WMI). (bilal)