Jakarta – Sekitar 60,3 persen publik Jakarta, berdasarkan opini pemilih pada 1-6 Desember yang direkam survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI), mengingingkan gubernur baru.
Jika sentimen ingin gubernur baru ini tak kunjung turun, maka Ahok berpotensi kalah dalam pilkada Jakarta. Jika tidak kalah di putaran pertama, maka akan kalah di putaran kedua.
“Untuk menang Ahok butuh dukungan mayoritas pemilih Jakarta. Namun mayoritas pemilih Jakarta menjawab: kami ingin gubernur baru,” kata pendiri LSI, Denny JA, dalam keterangannya (Rabu, 14/12) di jakarta
Denny menjelaskan, survei ini dilakukan secara tatap muka terhadap 440 responden. Responden dipilih dengan menggunakan metode multistage random sampling. Margin of Error survei ini plus minus 4,8 persen. Survei ini dibiayai dengan dana sendiri, dan dilengkapi pula dengan kualitatif riset.
Menurut Denny, sentimen ingin gubernur baru ini meningkat dari waktu ke waktu. Pada November 2016, mereka yang ingin gubernur baru sebesar 52,6 persen. Pada Oktober 2016, mereka yang ingin DKI Jakarta punya gubernur baru sebesar 48,6 persen. Di bulan Juli dan Maret yang inginkan gubernur baru masih minoritas, yaitu sebesar 31,5 persen (Juli 2016) dan 24,7 persen (Maret 2016).
“Kini sentimen ingin gubernur baru di bulan Desember 2016 angkanya meningkat menjadi 61,3 persen berselisih sekitar 36, 6 persen dibanding bulan Maret 2016,” jelas Denny.
LSI, sambung Denny, menemukan tiga alasan mengapa sentimen ingin gubernur baru ini meningkat.
Pertama, rapor merah atas empat kondisi kehidupan masyarakat DKI Jakarta punya pengaruh. Persepsi publik terhadap empat aspek kehidupan sehari-hari yaitu aspek politik, ekonomi, keamanan, dan penegakan hukum cenderung negatif, dam dinilai sangat baik/baik hanya di bawah 50 persen.
Kedua, mayoritas publik juga tak nyaman dengan pro kontra kasus Ahok sejak mencuatnya kasus Al-Maidah. Terlepas dari sikap mereka yang pro atau anti Ahok, sebesar 68,5 persen publik menyatakan kehidupan mereka terganggu/tak nyaman dengan berbagai pro kontra yang diwujudkan dalam bentuk aksi dukung/tolak mantan Gubernur Basuki Tjahaya Purnama, dam mereka ingin perubahan.
Ketiga, sekitar 65 persen publik tak bersedia dipimpin oleh gubernur dengan status tersangka. Ahok saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka. Naiknya status tersangka menjadi pihak yang bersalah memang tergantung proses peradilan.
“Namun sudah menjadi memori publik bahwa Ahok saat ini bermasalah dengan isi sensitif penistaan agama. Status Ahok sebagai tersangka menjadi hambatan psikologis publik untuk memilihnya kembali