MEDIAHARAPAN.COM, Jakarta – Dari awal Bela Islam 411, 212, 112 dan pengawalan sidang penodaan Agama terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), beberapa media terkemuka (mainstream) yang meliput menyapaikan informasi pemberitaan tidak sesuai fakta, efeknya jurnalist di lapangan menjadi sasaran amarah peserta aksi.
Media tv yang pernah di hadang masa tidak pernah intropeksi belajar dari pengalaman, bahkan ketika dihadang, pemberitaannya dibesar besarkan dengan kebohongan. Seharusnya perusahaan media bisa melindungi para jurnalistnya agar di lapangan bisa membawa diri.
Pengalaman media kami di lapangan ketika sidang Ahok tadi siang Senin (13/2/2017) kami bersama sama media online lainnya yang sudah ternama maupun media kami yang tidak besar seperti media yang sering dicap melintir berita, dengan mata kami terlihat salah satu tv swasta reporternya sedang live (siaran langsung) dengan terik matahari cuaca yang panas, dihampiri oleh segerombolan peserta bela Islam mengawal sidang Ahok, dipayungi dengan kertas koran di atas kepala seorang wanita sebagai reporter agar tidak kepanasan, dengan tesenyum bahagianya dan merasa diperlakukan dengan baik.
Pengalaman yang kami alami seharusnya media lain membuka mata agar dalam pemberitaan jangan selalu menyalahkan peserta aksi, mereka justru melundungi dan menghargai kinerja kami di lapangan, bahkan makan dan minum kami sering ditawari.
Betapa terharunya yang kami lihat dan kami alami, bahwa peserta Aksi Bela Islam sayang kami (jurnalis) tergantung kitanya membawa diri dan saling menghormati, berhentilah menyampaikan pemberitaan kebohongan demi martabat pers Indonesia.
Saatnya media yang pernah membuat gaduh berintropeksi memberitakan tidak sesuai fakta, kembalikan kepercayaan masyarakat kepada media, jangan hanya karena beberapa media yang bikin gaduh berimbas kepada media lainnya. (Bams)