MEDIAHARAPAN.COM, Gunung Kidul – Kemarau panjang berdampak pada kekeringan sumber air untuk membutuhi kehidupan sehari-hari. Bahkan imbas kemarau panjang juga membuat minimnya air bersih di setiap daerah. Bagi masyarakat wilayah Kabupaten Gunungkidul dan sekitarnya seperti Wonogiri, air untuk kebutuhan domestik berasal dari air tanah dan air hujan.
Kabupaten Gunung Kidul secara geografi termasuk dalam kawasan karst Gunung Sewu, sehingga identik dengan lingkungan yang kering dan gersang di mana kondisi tanah banyak mengalami rekahan. Akan tetapi kawasan karst memiliki potensi sumber air tanah yang sangat melimpah. Air tanah tersebut terkonsentrasi pada retakan dan sungai-sungai bawah tanah yang ada di gua ataupun jauh di bawah tanah.
Salah satu keunggulan dari mata air karst adalah waktu tunda yang panjang antara hujan hingga keluar ke mata air sehingga beberapa mata air karst akan memiliki debit yang cukup besar saat musim kemarau.
Ketersediaan gua di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, memiliki potensi sumber air atau sungai bawah tanah. Kabar baiknya, warga bisa mengakses sumber mata air ini. Tahun 2001, Joko Sulistyo, salah satu anggota pecinta alam KMP Giri Bahama, Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Solo melakukan jelajah gua di kecamatan Eromoko.
“Ada 13 gua, dan saat saya masuk di Gua Suruh saya menemukan sungai di dalamnya. Satu- satunya gua yang ada airnya,” kata Joko.
Dirinya berpendapat bahwa, kalau air yang di sungai ini bisa diangkat ke atas, bisa menjadi sumber mata air tambahan untuk masyarakat setempat. Bagaimana caranya? Itulah yang perlu waktu menemukannya.
Tidak hanya itu, Langkah pertama untuk menginformasikan hal ini pada penduduk, sementara penduduk setempat tidak ada satupun yang berani masuk Gua Suruh. Diketahui ribuan penduduk yang tinggal di daerah Wongiri dan Gunung Kidul itu setiap puncak musim kering harus membeli air dari kota Yogyakarta untuk keperluan minum.
Mandi saja belum tentu sehari sekali kondisi ini dirasakan betul 544 kepala keluarga atau 2.350 jiwa di desa Pucung, kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Kesulitan terbesar memeng kondisi alam. “Kami tetap menjaga biota dan kehidupan yang sudah ada di gua tidak terganggu,” kata Joko Sulistyo
Hasil jerih payah selama enam bulan terbayar. Air bisa didorong ke atas, bahkan sampai ke tower air yang ditaruh di atas bukit Air sudah mengalir ke desa Pucung. Sekarang masyarakat bisa mengambil air di bak-bak penampungan di sekitar desa kapan saja untuk keperluan sehari- hari mereka. (Nupita Utari)