MEDIAHARAPAN.COM, Amerika Serikat (09/04) – Hasil jeda perundingan yang alot antara Cina dan Amerika, nampaknya ada perubahan strategi dan taktik perang dagang antara Cina vs Amerika. Hal tersebut diungkapkan oleh Gerry Mattios, wakil presiden perusahaan konsultan, Bain ketika merilis hasil survei perusahaannya. (08/04).
Hasil survei Bain and Company mengindikasikan, sengketa perdagangan AS-China akan mendorong perusahaan multinasional AS untuk merelokasi pabrik mereka dan menyesuaikan strategi bisnisnya untuk rantai pasokan mereka dalam 12 bulan ke depan. “Pergeseran sedang terjadi,” kata Gerry Mattios, wakil presiden perusahaan konsultan, Bain.

Jajak pendapat itu dengan responden lebih dari 200 eksekutif tingkat tinggi dan petugas rantai pasokan senior di perusahaan multinasional AS yang beroperasi di China. Jajak pendapat ini berupaya mengukur perspektif mereka tentang sengketa perdagangan yang sedang berlangsung.
“sejak akhir tahun 2018, ketika kami menjalankan survei serupa, kami menemukan banyak perusahaan – lebih dari 50 persen – benar-benar hanya menunggu, tidak ada tindakan besar yang diambil,” kata Mattios, seperti dikutip CNBC ‘s, Senin (8/4).
Respon Pengusaha Eksekutif Terhadap Perang dagang Cina vs Amerika
Perusahaan multinasional mengambil tindakan ketika perselisihan perdagangan bilateral antara dua ekonomi terbesar di dunia terus mempengaruhi pasar global dan sentimen bisnis. Beberapa perusahaan sekarang mencari pemasok baru, sumber inovasi baru dan bidang manufaktur baru.

“Pada akhirnya, harus ada yang membayar perselisihan perdagangan yang berkepanjangan ini, karena menambah biaya pada rantai pasokan,” kata Mattios. Ia menambahkan bahwa konsumen atau produsen harus menyerap sejumlah biaya untuk mempertahankan pangsa pasar – bahkan dengan mengurangi margin keuntungan.
Setelah sekian lama tiarap dan mengamati perang dagang antara Cina Vs Amerika yang semakin berlarut-larut, para eksekutif muali bersikap. Bain and Company menunjukan data hasil jajak pendapatnya, bahwa kini sekitar 60 persen responden mengatakan siap untuk mengambil tindakan.
Tindakan tersebut merespon atas hambatan di neraca keuangan mereka. “para eksekutif menilai pelanggan harus membayar sebagian, dan mereka mencoba menilai kembali rantai pasokan mereka,”
Posisi Cina unggul karena kepemilikian biaya yang signifikan, sehingga mendorongnya ke posisi terdepan sebagai pusat manufaktur dunia. Namun, keunggulan itu terkikis ketika naiknya berbagai biaya produksi sehingga harus dibuat efisien.
Hanya beberapa jenis industri manufaktur yang dipertahankan berada di China, karena Cina sedang bergerak ke arah perekonomian ditopang oleh konsumsi. Barang-barang yang sudah diekspor akan mengalami perpindahan jalur perakitan, pindah ke Asia Tenggara, kata Mattios.
Namun, ia menambahkan, “Tapi kami tidak berpikir Asia Tenggara akan menjadi pabrik dunia seperti yang dilakukan Cina dua dekade lalu.”
“Apa yang kami lihat sekarang adalah karena otomasi, peningkatan teknologi. Kita menjauh dari hub manufaktur global terkonsolidasi yang dulu kami miliki menjadi jejak manufaktur yang lebih terfragmentasi,” ujar Mattio. Perusahaan akan membuat produk di berbagai fasilitas yang lebih dekat dengan konsumen mereka di AS atau Eropa.
Terlepas dari semua strategi, bagaimanapun, menurut Mattios, ada satu hal yang pasti, yaitu, “Ketidakpastian dalam perselisihan perdagangan ini tidak akan membantu siapa pun.”
“Meskipun perusahaan siap untuk mulai mengambil tindakan, ada kehausan untuk tercapainya stabilitas sehingga perusahaan dapat mulai membuat rencana,” katanya. ( CNBC )