Oleh : Suparman (Panglima QOMAT)
Dari sejak bersikap polos dan tidak ada rival politik sampai muncul politik pembusukan dari tingkat akar rumput hingga tingkat titik klimaks. Dengan cara dan siasat melalui godaan harta, tahta dan wanita didukung wacana kabar angin dan propaganda sangat luar biasa framing ideologi untuk menbentengi dan melawanpun kuah lahan, berat, sulit dan susah dalam dinamika arus politik pembusukan, tetapi niat baik disertai kesabaran dan persuasif yang tepat sebagai suatu langkah dan cara yang baik agar menjaga, mengawal dengan menyelesaikan sangat mudah serta jalan keluar dari lingkaran politik pembusukan. Namun, politik pembusukan dalam hal lain , suatu cara dan siasat menhancurkan citra diri (imega) dan kepercayaan diri manusia oleh manusia lain agar tidak menganggu dan mengancam esensial, eksistensi dan kepentingan politik sesaat serta akan mengungkapkan karakteristik manusia yang tidak memiliki kapasitas dan kualitas diri-sendiri bahkan percaya diri dalam bersaing, bertarung, bertanding dan tidak bersifat sportivitas dalam diri.
Proses perkembangan politik pembusukan kita harus ambil hikmah dari itu semua. Sebab, dengan adanya politik pembusukan, maka manusia akan terbentur, terbentur hingga terbentuk menuju kedewasaan berpolitik untuk manusia kolektif. Selain itu, suatu nasehati bagi diri manusia dalam perilaku kehidupan sosial supaya “apa yang dikatakan sesuai dengan tindakan” dan “lebih banyak diam, berpikir dan berkerja” di masa akan sekarang dan akan datang.
Ruang lingkup demokrasi memberikan kepada manusia untuk berpendapat, menilai dan menentukan pilihan diserta tanggung resiko politik dan tanggung jawab politik baik secara kultural politik dan struktur politik. Yang dimaksud tanggung resiko kultural politik ialah pemilih akan mendapatkan manusia dipilih yang akan mengeluarkan program kebijakan sesuai kapasitas dan kualitas pemilih dan dipilihnya. Sedangkan, tanggung jawab politik adalah manusia akan berada dilingkaran pejabat akan memproduksi (atau mengeluarkan) keputusan kebijakan yang kualitas dan tidaknya sesuai kebutuhan rakyat keseluruhan. Dengan adanya politik pembusukan yang makna pembusukan politik akan menghadirkan dipilih manusia ideal dan manusia tidak ideal dalam percaturan politik ideal harus disertai permainan yang fair play dalam membuka dosa perilaku manusia dalam ruang sosial secara objetikvitas dan kejujuran di data dan fakta, hal ini mencerminkan kualitas demokrasi lewat politik pembusukan. Disisi lain, politik pembusukan akan meningkatkan konflik antara kelompok yang pernah melakukan dosa politik berada lingkaran supra stuktur politik dan infra struktur politik yang telah yang nyaman hingga aktualisasi diri dalam status qou ditambah massa fanatik tidak berilmu dan berideologi.
Di sisi ini, peran media massa baik media cetak dan media eletroknik harus bersikap dan bersifat nelralitas dalam pemberitaan dan opini publik di ruang lingkup publik supaya nilai-nilai pilar demokrasi ada di media massa. Bukan berpihakan kepada pemilik media, pemilki modal dan framing ideologi tertentu, tetapi menghargai dan menghormati kebhinekaan tunggal ika berbangsa dan bernegara.
Tidak hanya itu, media massa harus menampilkan realitas sebenarnya, bukan realitas semu yang bertentangan dengan perilaku manusia sesungguhnya nanti akan tampak memilih dan dipilih manusia karbitan memperhambat pembangunan bangsa dan negara. Jika hal demikian itu terus dilakukan, maka media massa telah melakukan pendidikan politik dan komunikasi politik yang salah arah bisa dikatakan “kegagalan media massa sebagai pilar demokrasi” pada frekuensi publik, padahal media massa sangat besar perannya dalam mendidik rakyat dan membentuk demokrasi. Hal-hal ditampilkan realitas semu merupakan ketidakmurnian doktrin Ideologi, kebodohan intelektual, ketidakadilan, tirani, pengkhianatan, kebohongan dan makar walaupun terhadap Tuhan dalam berbangsa dan bernegara.
Dengan masyarakat terbuka didukung media massa dan media sosial akan memsupport muncul moralitas tingkat lokal, moralitas tingkat regional dan moralitas tingkat internasional. Dan adanya media massa dan media sosial akan memberikan kesempatan kepada manusia bermoralitas dan berkeadilan menjadi mengambil keputusan dan memproduksi kebijakan dalam supra supra strukurt politik dan infra struktur politik.
Fungsi politik pembusukan bersifat inklusif dan membongkar kamuflase dalam diri manusia agar terseleksi manusia utama sekaligus manusia bermoralitas dan berkeadilan telah daya tahan dalam proses pembusukan politik yang berkembang. Setiap para pemimpin politik pernah mengalami politik pembusukan oleh rezim yang tidak pro demokrasi hingga rival politik dalam konteks dijalani dan dihadapinya masing-masing tokoh untuk kemanusian. Ketika tokoh pemimpin pergerakan yang memperjuankan ideologi, moralitas, demokrasi dan keadilan akan menghadapi tantangan “kematian perdata dan kematian pidana” apabila tidak sejalan dengan kebenaran dipahami rezim yang punya kebenaran sendiri. Jikalau kita tokoh-tokoh yang berjuang dengan nilai ideologi, moralitas dan keadilan diperjuangkan baik sudah pernah diuji dan tidak pernah diuji pasti memberikan kesan/empati terhadap setiap manusia ketika memimpin rezim sebagai penilaian setiap manusia apakah itu baik atau buruk terhadap tokoh dan nilai-nilai ajuran ia perjuangkan tersebut. Rezim juga merupakan alat dan cara efektif untuk melakukan penilaian dan memahami para tokoh terhadap konsinten ideologi, demokrasi, keadilan untuk manusia tanpa memandang latar belakang identitas yang sesuai hati sanubari publik, hukum internasional humaniter, moral internasional, sesuai idealitas dan realitas seperti, Soekarno, Mao Tse Tung, Lenin, Hitler, Fidel Casto, Jengkis Khan, Mustafa Kemal Attartuk, Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, Sun Tzu, Che Guevara, Napoleon Bonaparte, Carl von Clausewitz dan Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, peradaban yang adil dan beradab yang selalu didukung oleh ideologi, sistem berpikir dan bertindak yang benar akan menjadikan realitas sejarah yang hidup sejak saat ini sampai realitas eksatologi.