MEDIAHARAPAN.COM, Ujung Pandang – Listrik adalah sesuatu hal yang asing bagi masyarakat desa Bacu-Bacu, Makassar, Sulawesi Selatan. Bahkan, salah satu dusun berpenduduk 1.500 orang di lereng bukit Coppo Tile, tidak pernah tersentuh listrik.
Penerangan minim dari sebatang lilin dan sebuah lampu petromaks tak cukup untuk menerangi buku anak-anak desa yang tengah belajar di malam hari. Segala pekerjaan rumah tangga dilakukan secara manual. Mulai dari menanak nasi,hingga memanfaatkan angin alami sebagai pengganti kipas angin. Membuat para warga tidak efisien karena memakan waktu, tenaga dan biaya yang tak seharusnya.
Melihat itu, Harianto Albar, mahasiswa Universitas Negeri Makassar menggagaskan ide untuk mengubah kehidupan warga Desa Bacu-Bacu di Kota Ujung Pandang. Mahasiswa jurusan kimia itu membuat Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro. Meskipun tidak memiliki keahlian bidang mesin maupun listrik, Harianto bertekad kuat dan kemauan besar, mengulik informasi dan belajar otodidak melalui internet dan buku. Lalu pemuda berumur 24 tahun itu menyampaikan keinginannya kepada warga desa untuk membuat listrik.
Pertama kali ia mengusulkan ide tersebut para warga tidak percaya akan bisa membuat listrik di desa yang gelap itu, akan tetapi Harianto tidak mudah menyerah. Ia meyakinkan ibu, bapak, saudara-saudara dan masyarakat yang lain untuk memulai survei.
Haryanto Albar memiliki impian besar untuk memajukan desanya karena dengan adanya listrik dan menyalanya televisi serta alat-alat elektronik lainnya, akan membuat pikiran orang-orang terbuka. Mereka bisa mengetahui bahwa sukses itu bisa dicari dan diraih dengan langkah kecil seperti menonton TV. Karena dengan hal tersebut para warga bisa tahu bagaimana keadaan dunia luar, pendidikan dunia luar dan termotivasi untuk belajar dan berpendidikan seperti mereka. Selain itu, Haryanto juga memiliki keinginan besar agar kampung kecil itu memiliki akses dari masyarakat luar.
Pemuda asli dari Makassar yang terkenal sebagai motivator itu pun berhasil meyakinkan para warga. Kerjasama pun dimulai dari membendung aliran sungai dengan pipa yang akan dialirkan ke turbin, hingga ke generator yang akan menghasilkan aliran listrik. Daya listrik yang dihasilkan akan dialirkan ke desa para warga melalui kabel sehingga membuat rumah para warga menjadi benderang.
Dana yang dihabiskan untuk pengembangan listrik di desa baju-baju tersebut menghabiskan lebih 900 juta. Dana tersebut didapatkan dari sumbangan warga serta usaha Hariyanto Albar dalam pengajuan bantuan ke pihak swasta. Selain itu, warga desa juga diminta sumbangan mulai dari Rp10.000 sampai Rp30.000 per bulan untuk perawatan dan pengembangan turbin.
Bak pepatah “Usaha tak mengkhianati hasil” dirasakan oleh warga Desa Bacu-Bacu tersebut. Aliran air yang deras berhasil menghasilkan listrik dengan kekuatan 3 KWH. Bahkan setelah instalasi yang keempat sudah berkapasitas 20 KWH. Setelah menambahkan 3 turbin aliran arus listrik tersebut bertambah dan menghasilkan kekuatan 10.000 KWH. Desa menjadi benderang, senyum warga mengembang.
Akhirnya, Hariyanto tersenyum puas dan bangga melihat hasil dari usahanya yang tentu dibantu warga setempat. Kini keadaan warga jauh sangat baik. Para warga bisa melakukan pekerjaannya dengan memanfaatkan listrik terutama dalam menanak nasi menggunakan rice cooker yang membuat semangat kerja petani semakin tinggi. Tekad dan kerja kerasnya membuahkan hasil yang sangat besar bagi warga desa bahkan mampu mengundang minat warga desa lain.
Bahkan saat ini Desa Bacu-Bacu Makassar memenangkan juara 2 tingkat nasional Desa Mandiri pada tahun 2008. “Bukan penghargaan yang dituju, tapi bakti untuk negeri,” ucap pahlawan penerang desa Bacu-Bacu tersebut.
Tak sampai di situ, Harianto Albar juga ingin terus mengembangkan desanya sampai ia bisa mewujudkan mimpinya untuk menjadikan Desa Bacu-Bacu sebagai Desa Pariwisata Energi terbaik nomor 1. (Wafy Rahmat)