MEDIAHARAPAN.COM, Cikarang – Warung-warung di area luar stasiun Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mendadak jadi tempat pengungsian sementara sebagian penumpang kereta api, Selasa (29/10) dinihari. Baik rute antar kota mau pun dalam kota pengguna Kereta Rel LIstrik (KRL). Salah satu penumpang, Anto (40), tampak terjaga di depan sebuah warung, bersama istrinya yang tengah mengandung delapan bulan. Tepat di depan pasutri tersebut, dua orang balita berusia empat dan dua tahun, tertidur pulas beralas kardus.
Padahal, warga Lebak Bulus, Jakarta Selatan itu, mengantongi tiket resmi PT KAI dengan rute Cikarang – Cikampek. “Tadi saya sedang istirahat di ruang tunggu penumpang. Anak saya dua orang sudah pulas, tahu-tahu disuruh pindah ke luar area stasiun. Mana istri saya sedang hamil delapan bulan,” ungkap Anto.
Beberapa penumpang lain juga terlihat beristirahat di bangku, maupun lantai warung di area luar stasiun. Sebagian besar di antara mereka, memang sengaja menunggu jadwal keberangkatan pertama di pagi hari. Namun, ada juga yang ketinggalan kereta terakhir. Sehingga memaksa mereka untuk tetap di stasiun sebagai solusi efisiensi waktu, tenaga dan biaya.
Penumpang asal Makassar, Sulawesi Selatan, Ocha, mengaku kecewa karena tidak diperbolehkan bermalam atau, sekadar beristirahat di area penumpang stasiun Cikarang. Mengingat status mereka bukan tunawisma, atau Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Hal ini, cukup menyulitkan Ocha dan kedua anaknya yang masih balita. “Kita kan pelanggan kereta, bukan pengemis yang masuk ke stasiun. Kalau begini kan, kita jadi susah. Mau cari penginapan, tidak ada dekat stasiun. Tiket hangus, harus beli lagi, diusir sekuriti lagi,” urainya.
Tak hanya Anto dan Ocha, beberpa warga lainnya, sangat terkejut dengan perlakuan sekuriti yang tidak mampu memanusiakan manusia tersebut. Sudrajat, penumpang asal Sumatera Utara, menilai kebijakan tersebut terlalu dipaksakan. Lansia berusia 64 tahun itu, terpaksa membereskan area tidurnya di dekat eskalator, karena dibangunkan paksa oleh sekuriti stasiun.
Menurutnya, hal ini hanya akal-akal sekuriti saja karena tidak mau repot mengamankan area stasiun. “Sebelumnya boleh (berada di area stasiun). Ini alasan sekuriti saja, biar mereka bisa tidur. Saya sangat keberatan, sangat tidak berperikemanusiaan. Bapak saya tentara pejuang kemerdekaan bangsa ini, mengusir penjajah. Sekarang di zaman kemerdekaan, malah saya yang diusir bangsa sendiri. Viralkan saja!” sungut Sudrajat.
Salah satu sekuriti, sempat berujar, bahwa hal tersebut merupakan kebijakan pusat yang dijalankan kepala stasiun Cikarang. Khususnya, terkait pembatasan jam operasional KRL, pukul 01.00 WIB dinihari. Sehingga, area dalam stasiun harus disterilkan. Stasiun akan kembali dibuka pukul 04.00 WIB, untuk memulai operasional kereta di jadwal pemberangakatan pertama. Hanya saja, hal tersebut dikritisi penumpang lainnya, Renjana.
“Harusnya, ada alasan jelas terkait hal ini. Papan pengumuman tidak ada, pemberitahuan pun terkesan dipaksakan. Bahasa yang digunakan pun tidak manusiawi. Kami (penumpang) diminta ‘geser’ keluar area stasiun. Memangkan kami barang? Main geser-geser saja,” tuturnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan dari pihak pengelola stasiun Cikarang. Penumpang KRL lainnya, Tangguh, membagikan pengalamannya saat kemalaman di bandara Changi, Singapura. Menurut perantau asal Bengkulu itu, area publik seperti terminal, stasiun, dan bandara, seharusnya lebih ramah penumpang.
“Kalau perlu difasilitasi tempat istirahat. Seperti di bandara Changi, Singapura. Petugasnya malah nge-jagain, supaya barang penumpang tidak hilang. Jadi, kalau tidak bisa menolong, setidaknya jangan mempersulit orang lain. Nanti kualat, kena azab doa orang terzolimi,” demikian Tangguh.
Manager Humas PT KAI Daop 1 Jakarta, Ixfan Hendriwintoko, menyesalkan tindakan petugas keamanan yang dinilai kurang berempati terhadap penumpang. Terlebih jika penumpang tersebut merupakan kelompok rentan seperti lansia, ibu hamil, dan anak-anak. “Kami memastikan seluruh penumpang yang memiliki tiket resmi berhak mendapatkan pelayanan yang layak. Apabila ada tindakan petugas di lapangan yang tidak sesuai prosedur, KAI akan melakukan pembinaan dan evaluasi agar hal serupa tidak terulang kembali,” tegas Ixfan.
Lebih lanjut, Ixfan menjelaskan bahwa sterilisasi area stasiun di luar jam operasional merupakan bagian dari prosedur keamanan dan kebersihan stasiun. Namun, penerapan aturan tersebut tidak boleh kaku dan tetap harus mengedepankan sisi kemanusiaan, terutama bagi penumpang yang masih menunggu waktu keberangkatan kereta.
KAI Daop 1 Jakarta juga telah melakukan evaluasi internal dan pembinaan terhadap petugas keamanan yang bertugas pada malam tersebut. Pertama, menyesuaikan SOP sterilisasi area stasiun agar lebih fleksibel terhadap kondisi penumpang. Kedua, memberikan pelatihan ulang bagi petugas keamanan dan pelayanan pelanggan tentang pendekatan humanis dalam melayani masyarakat. Serta, menyiagakan petugas untuk memantau situasi penumpang pada jam nonoperasional agar tetap mendapatkan kenyamanan selama berada di area stasiun.
“Petugas di lapangan kami ingatkan untuk selalu mengutamakan sikap humanis, tanggap, dan empati. Lansia, ibu hamil, dan anak-anak justru menjadi prioritas pelayanan, bukan sebaliknya. Masukan dan kritik dari masyarakat kami jadikan bahan evaluasi untuk terus memperbaiki pelayanan. Kami membuka ruang komunikasi melalui Contact Center KAI 121 atau WhatsApp 08111-2111-121,” tutup Ixfan. (Cecep Gorbachev)










