MEDIAHARAPAN.COM, Jakarta – Menyikapi gelombnag unjuk rasa yang menimbulkan korban pada masyarat sipil, Alumni LBH-YLBHI Mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencopot Kapolri Tito Karnavian dan Menkopolhukam Wiranto, karena dianggap mengedepankan sikap represif.
“Yang membiarkan aparat represif terhadap demonstran, menerapkan gaya militeristik ala Orde Baru, anti demokrasi dan mengabaikan perlindungan HAM,” kata Alumni LBH-YLBHI dalam keterangan persnya, Jakarta, Rabu (22/5/2019).
Kepada Aparat Keamanan Polri dan TNI yang diperbantukan, kami meminta dengan sungguh-sungguh agar mengedepankan cara-cara persuasif dan manusiawi dalam menghadapi massa aksi/demonstran.
“Polri diharapkan tidak melakukan tindakan yang represif dan kontra produktif bagi penegakan dan pemenuhan Hak Azasi Manusia,”ujar Alumni LBH-YLBHI.
Informasi timbulnya korban pada masyarakat sipil, mengindikasikan Polri telah melakukan tindakan diluar batas kewajaran, tindakan diluar prosedur penanggulangan aksi massa. Padahal seharusnya Polri mengedepankan pola-pola yang humanis dan tidak represif, sebagaimana Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Massa.
“Kepada massa aksi atau para peserta unjuk rasa dimohon untuk menyampaikan aspirasinya secara baik dan bertanggungjawab, dan tidak melakukan perbuatan yang berpotensi melanggar hukum, apalagi tindakan kekerasan. Tindakan kekerasan hanya akan merugikan diri sendiri dan tidak tersalurkannya aspirasi secara benar,” Imbau LBH-YLBHI.
Alumni LBH-YLBHI menyarankan agar kekecewaan atas hasil Pemilu/Pilpres disalurkan sesuai kanal-kanal hukum yang tersedia, penyelesaian sesuai mekanisme yang telah disepakati dalam sistem Demokrasi. Mekanisme Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi adalah cara yang telah kita sepakati dalam sistem Pemilu kita.
“Itu semua diciptakan agar demokrasi berjalan dengan baik dan terus menjadi baik, ” kata Alumni LBH-YLBHI.
Menurut Alumni LBH-YLBHI, patut menjadi perhatian semua untuk melakukan evaluasi sistem pemilu ke depan, terutama pemilihan Presiden agar berjalan dengan jurdil, sebagaimana saat ini dicurigai adanya ketidaknetralan aparatur negara, serta keberpihakan aparat penegak hukum, pemanfaatan fasilitas oleh petahana serta ketidakadilan lainnya akibat adanya presidensial treshold.
Kepada Presiden RI, alumni LBH-YLBHI meminta, agar tidak diam pada situasi seperti ini, berikan kepastian keamanan dan perlindungan Ham pada rakyatnya, jika situasi bentrok terus terjadi, maka sesungguhnya korbannya adalah rakyat, dan presdien harus bertanggungjawab.
“Komnas Ham segera membentuk Tim Investigasi meninggalnya para pengunjukrasa,” tegasnya.
Pada akhirnya, alumni LBH-YLBHI, menghimbau kepada semua pihak agar menghentikan tindakan represif, tindakan kekerasan, apapun alasannya, kekerasan bukan solusi di era demokrasi.
“Demikian siaran pers ini kami sampaikan sebagai bagian tanggungjawab kita bersama menjaga marwah demokrasi dan Hak asasi manusia. Hormat kami Alumni LBH-YLBHI,” tutupnya.
Siaran Pers itu mencantumkan beberapa nama kontak person, diantaranya Nursyahbani Katjasungkana, Buedi Widjarjo, Hermawanto. (bilal)










