MEDIAHARAPAN.COM Jakarta – Mantan Kepala BIN AM Hendroypriyono mengusulkan periodisasi jabatan presiden hanya 1 periode dengan masa jabatan 8 tahun. Hal itu bisa ditempuh dengan melakukan amandemen UUD 1945.
Usulan itu Hendro sampaikan saat menemui Ketua DPR Bambang Soesatyo di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (11/7).
“Kita kembali saja kepada khitah (UUD 1945) kita sebagai satu bangsa, yang punya jalan hidup kita sendiri. Kita adalah negara Pancasila. Saya usul dan Ketua DPR RI nampaknya cocok pikirannya, bahwa tenggang waktu presiden dan kepala daerah itu 8 tahun. Tapi satu kali saja, turun, penggantinya nanti silakan berkompetisi. Tidak ada petahana,” kata Hendro usai bertemu Bamsoet.
Menurut Hendro sistem tersebut bisa memperkuat hubungan antara pemerintah dan rakyat. Ia berharap tidak ada lagi perpecahan dan gesekan antar rakyat menjelang maupun setelah pemilihan presiden.
“Jadi 8 tahun itu pemerintah kuat dan rakyat kuat. Tidak ada yang menggergaji pemerintah. Pemerintah tidak sewenang-wenang, tidak berkampanye, kerja aja 8 tahun yang betul,” jelasnya.
Begitu juga dengan jabatan gubernur, bupati, dan wali kota, menurut Hendro lebih baik hanya satu periode. Hendro berharap agar MPR dapat melakukan amandemen atau adendum UUD 1945.
“Saya bilang tolong itu konstitusi kan bisa diadendum. Kalau tidak bisa diamandemen, diandendum saja. Kalau tenggat waktu kepala pemerintah dan kepala daerah itu 8 tahun sekali saja. Jadi tidak begini,” tegasnya.
Jabatan legislatif pun disesuaikan selama 8 tahun. Lebih dari itu, Hendro juga mengusulkan agar sistem pemilihan di Indonesia tidak lagi langsung oleh rakyat, melainkan dikembalikan ke MPR untuk presiden dan DPRD untuk kepala daerah.
“Karena pemilihan serentak, kita harus konsekuen, jangan banci, dan sekarang banci. Ada yang pemilihan langsung, ada yang tidak di daerahnya, ini apa-apaan sih?” tanyanya.
Hendro mengingatkan bila penerapan sistem pemilihan tidak konsisten akan menyebabkan dampak buruk bagi rakyat.
“Negara ini tidak bisa diurus yang amatiran seperti itu, harus konsekuen. Nah kalau menurut saya, kalau mau konsekuen pemilihan itu harus dikembalikan ke MPR. Kalau enggak rakyatnya juga jadi rusak mentalnya,” pungkasnya. (bilal)










