MEDIAHARAPAN.COM,- Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka, Prof. Dr. Gunawan Suryoputro, M.Hum menegaskan pentingnya perguruan tinggi di tanah air, menjawab tantangan dan peluang kebutuhan ekosistem ekonomi kreatif, hal itu disampaikan saat menerima kunjungan Kelompok Kerja Film dan Seni Budaya Kadin Indonesia di ruang kerjanya (14/11).
Menurut Gunawan, saat ini memang ada kendala serius soal penyerapan tenaga kerja dibidang ekonomi kreatif, ternyata banyak yang belum sesuai dengan bidang atau disiplin ilmu yang digeluti angkatan kerja itu saat masih di bangku kuliah, ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi dunia kampus atau perguruan tinggi untuk dapat menyesuaikan kurikulum sehingga turut menjawab kebutuhan di masyarakat.
“Setiap tahun ekonomi kreatif mampu menyumbang sampai Rp 1.000 triliun. Pada tahun 2016 Produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi kreatif tercatat sebesar Rp 922 triliun dan meningkat pada tahun 2017 menjadi Rp 1.000 triliun, dan meningkat lagi pada tahun 2018 mencapai Rp 1.105 triliun, tahun ini pun akan makin meningkat”, ujar rektor yang dikenal humoris ini.
Ditambahkannya, melihat trend pertumbuhan dan sumbangan PDB yang dihasilkan serta potensi yang kita miliki, sudah selayaknya industri kreatif menjadi salah satu sektor yang dapat menjadi tulang punggung penggerak perekonomian nasional.
“Namun demikian, pengembangan ekonomi kreatif masih terkendala oleh terbatasnya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia menurut keahlian bidang maupun kemampuan untuk menjalankan usaha”, jelasnya.
Gunawan menjelaskan, belum meratanya kuantitas dan kualitas tenaga kerja ekonomi kreatif menyebabkan Indonesia masih tertinggal dari negara-negara yang ekonomi kreatifnya sudah berkembang, sementara untuk menumbuhkan sektor ekonomi kreatif diperlukan dukungan tenaga kerja yang kreatif dan inovatif.
“Kendati saat ini Indonesia sedang memasuki era bonus demografi namun ini bisa jadi adalah peluang, tapi juga menjadi tantangan tersendiri”, ingatnya
Sementara itu, di tempat yang sama, Sekretaris Pokja Kadin Indonesia, Ikhsan Tualeka mengatakan, banyak negara-negara di dunia menjadikan ekonomi kreatif sebagai prioritas utama. Di RRC, misalnya ekonomi kreatif dikembangkan sebagai alat ketahanan nasional untuk mengurangi infiltrasi budaya asing dengan mewajibkan tayang animasi dan sinetron lokal.
“Selain itu juga ekonomi kreatif dijadikan sebagai brand maker yakni ujung tombak yang bisa menggerakkan sektor ekonomi lainnya”, jelas tualeka.
Ikhsan mencontohkan, Korea Selatan, memajukan budaya K-POP, yang oleh perusahaan lokal Samsung dan Hyundai dimanfaatkan dalam pemasarannya ke negara luar. Di Malaysia, animasi bisa dimanfaatkan dalam budaya dan produk dagang Malaysia.
“Sementara Arab Saudi yang merupakan negara pengekspor minyak, mulai memikirkan untuk meningkatkan potensi ekonomi kreatifnya”, tambahnya.
Memang, Pemerintah Arab Saudi kini mempunyai visi menjadikan wilayah nya terbuka untuk konser dan bioskop terbesar pada tahun 2030 dan juga mengubah Arab Saudi dari negara minyak menjadi negara ekonomi kreatif.
Beberapa alasan yang mendasarinya adalah karena ekonomi kreatif memberikan kontribusi ekonomi, seperti peningkatan lapangan pekerjaan, peningkatan ekspor, kontribusi terhadap produk domestik bruto, dan dapat membangun identitas bangsa yang bisa dibanggakan menjadi ikon budaya yang mencakup warisan budaya dan nilai lokal.










