Oleh: Samsul Basri
Petunjuk QS. An Naml : 18
“Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari” (Surat An-Naml, Ayat 18)
Penjelasan Ayat
Di dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, ketika Nabi Sulaiman bersama pasukannya sampai di lembah semut, mereka tidak menyadari keberadaan bangsa semut di lembah tersebut. Demikian pula semut-semut sebagai warga lembah, tidak menyadari kedatangan pasukan yang akan segera melewati wilayah mereka, dan tentu akan terinjak-injak jika tidak segera menyelamatkan diri. Di balik kesibukan masing-masing, dan ketidaksadaran mereka akan bahaya yang mengancam, ternyata ada seekor semut, pemimpin semut, namanya Harsun, tetap peka dan terus memperhatikan dan mengontrol situasi dan kondisi lembah. Tubuhnya mungkin lemah dan kecil tetapi perhatiannya, pengamatannya, penjagaannya, dan pengetahuannya melampaui besarnya lembah.
Ketika prediksi sang pemimpin tsb tentang bahaya yang akan menimpa rakyatnya sangat dekat. Dia segera mengambil keputusan cepat namun tepat, direspon dan dipahami tanpa ambigu oleh rakyatnya. Dengan mengerahkan segenap kekuatan, ia pun berteriak kepada rakyatnya, “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.”
Menariknya, mendengar instruksi dadakan itu, rakyatnya merespon tanpa keraguan, tanpa penolakan, tanpa aksi protes. Semua aktivitas serentak ditinggalkan, dan para semut langsung masuk ke dalam lubang-lubang sarang di bawah tanah. Lewatlah tentara Sulaiman a.s dan tak satupun yang binasa.
Hikmah dan pelajaran
Ayat ini mendidik kita (rakyat) untuk berikhtiar melihat karakter paslon sebelum pilihan benar-benar dijatuhkan padanya. Karakter pemimpin dari ayat ini adalah sebagai berikut :
1. Sosok pemimpin harus peka, peduli, perhatian dengan situasi dan kondisi wilayah yang dipimpinnya. Pengetahuan dan pengontrolannya harus bisa lebih luas dari wilayah yang dipimpinnya. Sehingga ada firasat kuat dalam menetapkan kebijakan untuk kebaikan dan kemashlahatan bagi rakyat di wilayah yang dipimpinnya. Selain itu, ia juga wajib tahu aktivitas keumuman rakyatnya. Harus mengerahkan segala potensi yang ada, baik internal ataupun eksternal untuk menolak datangnya bahaya yang mengancam rakyatnya. Jika bahaya datang tak terelakkan, menimpa wilayah yang dipimpinnya, maka kebijakan utama yang diprioritaskan adalah keselamatan, keamanan dan kesejahteraan rakyatnya secara keseluruhan, bukan hanya keluarga dan kelompok partai yang berkoalisi mendukungnya saja yang difikirkan.
2. Seorang pemimpin harus kuat, cerdas dan berwawasan luas. Karena keputusan atau kebijakannya harus dibangun berdasarkan pengetahuan yang kuat, pertimbangan ekstra hati-hati, dan tetap fokus pada kemashlahatan yang lebih besar bagi rakyatnya, apatah lagi dalam kondisi mencekam dan mendesak. Perhatikanlah instruksi pemimpin semut pada ayat tersebut, ia memerintahkan rakyatnya meninggalkan aktivitas di permukaan dan segera masuk ke lubang-lubang. Ya, segera masuk ke lubang-lubang. Andai ia berkata, “Wahai semut-semut, selamatkanlah diri kalian agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukannya, sedang mereka tidak menyadari.” Yang terjadi adalah kekacauan, kocar-kacir, kebingungan, saling bertabrakan. Mengapa? karena masing-masing berfikir menyelamatkan diri sendiri dengan cara sendiri-sendiri yang mungkin berbeda-beda.
3. Seorang pemimpin sejatinya dikenal sebagai sosok yang baik oleh rakyatnya dehingga titahnya langsung direspon, tanpa kecurigaan, tanpa aksi protes, dan tanpa perlawanan keras dari rakyatnya. Dikenal kebaikan, kejujuran, ketulusan, pelayanan, perhatian kepada rakyatnya dan prestasinya jauh sebelum dicalonkan jadi pemimpin. Bukan dadakan dan pencitraan, hanya karena pengambilan gambar dari sudut kamera yang pas sehingga menjadi booming.
4. Pemimpin itu harus adil dan obyektif dalam memberikan penilaian, tidak berat sebelah, tidak tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Pemimpin semut tidak menyalahkan Sulaiman a.s dan pasukannya, jika sampai rakyatnya terinjak-injak, karena mereka memang tidak menyadari keberadaan rakyatnya di lembah, yang ukurannya sangat kecil, jauh untuk disadari keberadaannya.










