MEDIAHARAPAN.COM, Tulungagung – Provinsi Jawa Timur memang belum begitu banyak tumbuh microfinance Muhammadiyah bernama Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM), seperti di Jawa Tengah, Yogyakarta, Lampung dan Jambi.
Akan tetapi, tunas-tunas BTM di Jawa Timur sudah tumbuh dan nampak sudah mulai menyemai. Hal ini dengan dibuktikan di kabupaten Tulungagung – Jawa Timur, dimana di kabupaten tersebut sudah berdiri 6 BTM yang tersebar di seluruh Tulungagung.
Untuk memperkuat peran dan fungsi dari BTM di Tulungagung, 6 dari BTM tersebut telah membentuk koperasi syariah sekunder bernama Pusat BTM. Dengan adanya Pusat BTM tersebut memiliki banyak fungsi yang bisa dimanfaatkan BTM-BTM primer seperti penguatan liquiditas permodalan, sumber daya manusia, kelembagaan, supervisi pengawasan dan integrasi teknologi IT.
“Dengan adanya pusat BTM maka pendampingan dan binaan terhadap BTM primer bisa terlaksana dengan baik. Pendek kata, dengan adanya pusat BTM sekaligus memposisikan diri sebagai APEX Syariah atau holding dari BTM-BTM,” kata Direktur Eksekutif Induk BTM Agus Yuliawan.
Namun dikarenakan provinsi Jawa Timur sangat luas, kedepan pusat BTM tak sebatas di kabupaten Tulungagung saja, akan tetapi akan ditingkatkan lagi di Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, sehingga nama pusat BTM nya menjadi Pusat BTM Jawa Tengah. Dengan adanya Pusat BTM tersebut sekaligus sebagai induk dari BTM se-Jawa Timur.
Kembali dengan BTM Tulungagung, meskipun tak sebesar di Jawa Tengah, BTM Tulungagung sejatinya sebagai pioner dari BTM di Jawa Timur dari Tulungagunglah berbagai BTM akhirnya berdiri, seperti Jombang, Pamekasan, Kediri, Gresik dan Tuban.
Dari pembelajaran langsung ke Tulungagung, mereka tak perlu lama langsung berdiri BTM dengan berbagai proses dan dinamika local wisdom yang ada. “Maka wajar saja perkembangan BTM di Jawa Timur berbeda dengan di provinsi lainnya,” jelasnya.
Nursamsu Ketua pusat BTM Tulungagung, menuturkan, berdirinya BTM di Jawa Timur tak sama dengan BTM ditempat lain, dimana Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) memback up secara full. Tapi di Jawa Timur tidak. BTM Jawa Timur lebih diinisiasi oleh warga Muhammadiyah untuk membuat BTM dengan mengumpulkan pendanaan dari warga Muhammadiyah langsung secara door to door. Begitu juga penyaluran pembiayaanya juga sama.
“Jelasnya kami berprinsip dari awal bagaimana keberadaan dari BTM memberikan manfaat secara ekonomi terhadap warga dan dakwah Muhammadiyah,” tuturnya.
Setelah BTM besar, beroperasi dan memiliki manfaat kepada masyarakat selanjutnya dikomunikasikan kepada PDM untuk menjadi Amal Usaha Muhammadiyah atau AUM. “Jadi itulah yang terjadi pada BTM kami dan benar – benar berangkat dari bawah untuk mendirikannya,” tutur Nursamsu.
Dengan model microfinance yang demikian, Nursamsu, melanjutkan, agar warga Muhammadiyah yang ingin membuat BTM tak patah arang jika inisiatif membuat BTM tersebut ditentang secara struktural organisasi seperti PDM. Dikarenakan perbedaan sudut pandang dan takut untuk mengembangkan pilar ketiga Muhammadiyah yaitu ekonomi. Dia menganggap dinamika itu biasa terjadi di organisasi Muhammadiyah.
“Tapi dengan cita – cita yang tinggi dari visi dan misi BTM yang ingin memajukan peradaban umat, maka sekali layar terkembang surut kami berpantang,” ungkap Nursamsu dengan semangat.
Dengan landasan pemahaman dan literasi yang demikian, maka usai mendapatkan pelatihan koperasi syariah, Nursamsu berharap agar jaringan Muhammadiyah di Jawa Timur langsung action saja. Soal modal usaha bisa dibicarakan, tapi modal anggota yang solid itu lebih diutamakan. Apalagi secara badan hukum BTM adalah koperasi dan bukan perbankan.
“Jadi semangat guyub itu yang menjadi modal sosial dan ekonomi,”pungkasnya sambil mengingatkan nilai-nilai Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi. (bilal)









