MEDIAHARAPAN.COM, Medan – Ada tiga pernyataan sikap Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pengangkatan kembali Evi Novida Ginting, aktif kembali sebagai anggota KPU.
Hal ini disampaikan oleh Ketua DKPP, Muhammad saat menghadiri rakor persiapan sidang kode etik di kantor Bawaslu Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Senin (24/8).
Pertama, pembentuk undang-undang telah berhasil melakukan social engineering membangun sistem etika penyelenggara pemilu. Dengan membentuk lembaga DKPP yang berwenang memeriksa pelanggaran kode etik dengan putusan yang bersifat final dan mengikat.
“Presiden memahami, yang bisa merehabilitasi atau memberi sanksi penyelenggara pemilu sebagaimana konstruksi UU No. 7 Tahun 2017, hanya DKPP,” ujar Muhammad di depan para anggota Bawaslu dan KPU Sumut.
Kedua, keputusan Presiden No. 83/P Tahun 2020 sudah tepat. Presiden konsisten melaksanakan amanat UU No. 7 Tahun 2017 bahwa putusan DKPP final dan mengikat tidak dapat dianulir oleh PTUN. Presiden memahami, yang bisa merehabilitasi atau memberi sanksi penyelenggara pemilu sebagaimana konstruksi UU No. 7 Tahun 2017, hanya DKPP.
“Dalam hukum Tatanegara suatu SK yang sudah dicabut, harus segera disusun dengan SK pengangkatan kembali. Ini Presiden tidak melakukan. Karena tidak ada dasar Presiden mengangkat kembali Evi yang sudah dipecat secara tetap oleh DKPP. Ini harus jadi perhatian kita,” ujar Muhammad.
Ketiga, terkait kebijakan KPU sebagaimana tertuang dalam Surat No. 663/SDM.13-SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020 perihal Penyampaian Petikan Keputusan Presiden Nomor 83/P tahun 2020. Dalam surat tersebut, meminta Evi Novida Ginting aktif kembali melaksanakan tugas sebagai anggota KPU periode 2017-2022 adalah menjadi tanggung jawab Ketua dan Para Anggota KPU.
Kepentingan mengawal integritas penyelenggaraan Pilkada harus diutamakan daripada kepentingan individu untuk sekadar mempertahankan jabatan.
“Jadi kita tidak bisa menahan KPU untuk melakukan pengaktifan kembali. Biarlah sejarah lembaga pemilu kita. Ada seorang anggota penyelenggara pemilu yang telah diberhentikan kemudian kembali bekerja. Ini juga menjadi pertanyaan publik, apa kewenangan KPU untuk melakukan pengaktifan kembali Evi yang sederajat? Inilah Indonesia,” ungkap Muhammad.
Muhammad menegaskan, tidak akan ada koreksi putusan terhadap lembaga peradilan etik yang bersifat final dan mengikat. Selebihnya, ia menyerahkan sepenuhnya kepada KPU.
“Saya ingin tegaskan sekali lagi. Bagi DKPP, status Evi Novida Ginting Manik sudah selesai. Final. Bagi kami status Evi bukan lagi penyelenggara pemilu,” pungkasnya. (Cecep Gorbachev)










