MEDIAHARAPAN.COM, Jakarta – Menjelang pelaksanaan Aksi 313 yang akan digelar oleh Forum Umat Islam (FUI) didepan Istana Negara, mendadak Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara khusus bertemu Ketua Umum MUI KH. Ma’ruf Amin di Istana Negara. Kamis (30/3/2017).
Pertemuan khusus dan tertutup ini mengundang berbagai spekulasi publik, karena diketahui KH. Ma’ruf Amin yang juga Ketua Rais ‘Aam PBNU memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap berbagai kekuatan Ormas Islam di Indonesia.
Ada yang memandang bahwa petemuan tertutup Jokowi dengan Kyai Ma’ruf Amin merupakan Aksi 303 Jokowi yang berusaha untuk meredam gerakan 313 yang menuntut agar Jokowi sebagai Presiden bersikap tegas terhadap status Gubernur DKI Jakarta Non Aktif Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dengan menjalankan peraturan yang berlaku bagi Gubetnur yang menyandang status terdakwa.
Namun Kyai Maruf dalam keterangan Persnya pasca pertemuan tertutup mengatakan bahwa dalam pertemuannya itu Presiden hanya menyampaikan upaya pemerintah dalam mengatasi persoalan kesenjangan masyarakat terutama kesenjangan ekonomi.
“Beliau sangat prihatin dan mencoba mencari solusi. Salah satu solusi yang dikemukakan adalah tentang redistribusi aset, supaya aset-aset terutama tanah itu tidak hanya dikuasai konglomerat,” kata KH Ma’ruf Amin kepada wartawan usai bertemu dengan Presiden Jokowi.

Kyai Ma’ruf mengatakan, Presiden Jokowi agak trauma dengan penguasaan tanah secara perorangan karena dikhawatirkan nantinya dijual kembali. Dikatakan, Redistribusi tanah yang tidak terkelola secara baik memungkinkan melalui koperasi, pesantren ataupun kepembagaan dan bukan redistribusi perorangan.
Selain itu menurut Kyai Ma’ruf, Jokowi menginginkan adanya kemitraan supaya tidak terjadi benturan antara ekonomi kuat dengan lemah, dan Jokowi menurut Kyai Ma’ruf menginginkan adanya kemitraan antara konglomerat dengan pelaku ekonomi lemah.
“Sehingga terjadi saling membantu dan hubungan silaturahim, tidak terjadi semacam kemarahan di kalangan masyarakat ekonomi lemah, tidak terjadi kecemburuan sosial,” unkap Kyai Ma’ruf
Meski Kyai Ma’ruf telah menjelaskan isi pertemuan tertutup tersebut, namun sejumlah kalangan menilai pertemuan itu merupakan langkah zigzag politik Jokowi dalam mengantisipasi gerakan Ormas Islam yang akan menuntut dirinya memberhentikan Ahok.
Diketahui Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo juga pernah menyatakan bahwa setelah pilkada DKI putaran pertama Ahok akan diberhentikan sementara dari posisinya sebagai Gubernur, yang kemudian menyampaikan alasan lain bahwa pemberhentian Ahok bergantung pada keputusan presiden Jokowi.
“Dulu ketika pilkada putaran pertama Mendagri mengatakan akan memberhentikan Ahok setelah masa cuti kampanye, tetapi begitu masa cuti habis alasannya pun berubah” Kata Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman kepada Mediaharapan.com melalui pesan singkatnya, Kamis (30/3/2017).
Diketahui, Ahok merupakan terdakwa dalam kasus penistaan agama yang telah menjalani 16 kali persidangan dengan dakwaan Pasal 156 a dengan ancama 5 tahun penjara. Dan sesuai peraturan undang -undang yang berlaku dalam pasal 83 ayat 1, 2 dan 3 UU No 23 Tahun 2014 Tentang pemerintahan daerah yang mengatur pemberhentian sementara bagi kepala daerah yang di Dakwa dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun.
Adapun Pasal 83 ayat 1, 2 dan 3 UU Nomor 23 Tahun 2014 berbunyi sebagai berikut:
1.Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaiman dimaksud ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.
3. Pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh menteri untuk bupati dan/atau wakil wali kota. [Handriansyah]











