Oleh: Yons Achmad
Penulis | Pembicara | Pencerita
(Storyteller. Founder Brandstory Indonesia)
Persiapannya cukup matang. Jurnalis SCTV Palu, Syamsuddin Tobone sudah berdandan rapi dengan seragam kantor dikenakannya. Ritual sebelum menunaikan tugasnya sebagai jurnalis televisi. Narasumber kali ini seorang Direktur Lalu Lintas berpangkat Kombes. Kabar buruk mengintai. Tugu Titik Nol Kilometer, Kora, Palu menjadi saksi drama tidak mengenakkan. Kejadiannya pada pertengahan Juli 2024.
Bertemu di lokasi, Syam memperkenalkan diri. Sebelumnya memang sudah membuat janji dengan asisten pribadi Pak Kombes. Setelah ngobrol beberapa saat, sesi rekaman pun dimulai. Syamsuddin menyiapkan peralatan “tempurnya”. Sang Kombes bersiap-siap. Tapi tiba-tiba.
“Kenapa merekam wawancara pakai HP? Saya tidak mau. Masa wawancara pakai HP, HP merek China lagi, suruh direkturmu belikan HP canggih,” katanya.
Syam kaget. Tentu saja.
Tak ingin wawancaranya gagal, Syamsuddin mencoba menjelaskan bahwa ponsel yang digunakan mampu menghasilkan rekaman berkualitas tinggi. Namun, penjelasannya tidak diterima baik oleh narasumber.
Sampai anak buahnya, anggota lantas Polda, datang dan membisikkan kepada Syam dan bilang, “Sudah, tidak usah dibantah,”
Cerita di atas, bagi pekerja media, tentu agak memilukan.
Saya jadi teringat Film berjudul Nightcrawler yang pernah saya tonton. Dibintangi Jake Gyllenhaal. Film bergenre thriller kriminal garapan sutradara Dan Gilory yang rilis pada 2014 silam. Nightcrawler berkisah tentang pria bernama Louis Bloom atau Lou (Jake Gyllenhaal) yang tengah kesulitan mencari pekerjaan. Hingga suatu ketika ia melihat sebuah insiden tabrakan mobil di jalan.
Seorang fotografer lepas terlihat sibuk mengabadikan kejadian nahas itu melalui kameranya. Lou lantas berkenalan dengan fotografer yang diketahui bernama Joe Loder (Bill Pixton) ini. Joe menjelaskan bahwa ia bekerja dengan menjual hasil rekaman kejadian-kejadian tragis seperti kecelakaan, kebakaran, dan lainnya kepada kantor berita lokal. Lou pun tertarik pada pekerjaan yang disebut dengan Nightcrawler ini.
Dengan menjual sepeda curian, Lou membeli beberapa peralatan untuk memulai pekerjaan barunya. Bekerja sebagai Nightcrawler ternyata tidak mudah karena Lou harus menjadi orang pertama yang datang ke lokasi kejadian, bahkan sebelum polisi. Lou juga harus bisa mengambil foto atau video menggunakan angle yang menarik.
Lou memang akhirnya punya peralatan canggih dan bisa bikin semacam firma “Kantor Berita Swasta”. Sayang, pekerjaannya dilakukan secara ngawur. Dia sering rekayasa peristiwa. Tidak peduli etika jurnalistik. Yang dipikirnya, punya konten bagus, eksklusif, dan ini yang penting, bisa dijual dan dapat uang.
Dua cerita di atas saya kira sedikit bisa membolak-balik cara pandang kita. Tak selamanya, dengan device (perangkat) yang sederhana, tak bisa menghasilkan karya yang bagus. Sebaliknya, dengan device (peralatan) yang canggih belum tentu juga bisa menghasilkan karya yang menawan dan sesuai standar jurnalistik.
Tapi di dunia penuh flexing, pencitraan dan gaya-gayaan ini, memang hal-hal konyol tak bisa dihindarkan. Sama dengan cerita seorang kawan yang menceritakan kelakuan kawannya di kantor, pemilik Macbook Pro. Pada suatu senja.
“Bro geser dulu laptopnya mau ada perbaikan tempat,”
“Halo bro, sorry ini bukan laptop tapi Macbook”
“Iya geser dulu sebentar laptopnya,”
“Denger ya bro, ini Macbook, bukan laptop”.
Memang, di dunia ini, ada hal-hal yang perlu kita sikapi dengan santai dan kepala dingin. Lebih banyak perlu mentoleransi hal-hal semacam itu. Banyak hal yang kadang konyol dan di luar nalar. Tapi, faktanya terjadi dalam kehidupan keseharian. Pada akhirnya. Bagi seorang pekerja media, pekerja kreatif, apapun devicenya (perangkatnya), yang penting karya jadi dan sesuai deadline.
Walau memang, pengalaman lapangan tak melulu mengenakkan. Misalnya ketika dulu saya masih bekerja pada sebuah media, pada sebuah acara “hanya” menenteng HP sama “Tongsis”. Sering diremehkan dan tidak dianggap “Orang Media”. Beda misalnya, ketika saya menenteng Sony Alpha 7 Mark III dan Tripod “Manfrotto”. Dengan penuh senyum dipersilakan masuk ke acara tanpa banyak ditanya-tanya dari media dan kantor berita mana.
Begitulah. Dunia memang begitu banyak drama. Kabar baiknya, ini bisa menjadi berkah tersendiri bagi kami-kami ini. Jadi semakin banyak yang bisa kita kemas dan ceritakan pada Tuan dan Puan sekalian. Ahai. []