MEDIAHARAPAN.COM, Jakarta – Negara kita sedang tidak aman, Insiden penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan setelah menunaikan ibadah sholat subuh pagi tadi (11/4/2017), adalah pesan nyata bahwa ancaman sedang berada sangat dekat dengan kita. Negara yang seharusnya melindungi setiap warga negarapun, seperti tertidur pulas tak memberikan perlindungan.
Salah satu pengamat politik nasional, M Ikhsan Tualeka menyebutkan bahwa, apa yang baru saja dialami oleh Novel tersebut, adalah bukti adanya kegagalan negara dalam melindungi warga negaranya.
“Sebab, Novel ini sudah berkali-kali di ancam serta diteror secara fisik. Dengan riwayat ancaman seperti itu, negara seharusnya memberikan perlindungan bagi dia,” ujar Ikhsan.
Memang, berani melawan sistem yang korup, membuat Novel menjadi sorotan publik dalam lima tahun terakhir. Terutama bagi para koruptor. Salah satu penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini, memang dijadikan musuh bersama oleh mereka yang terindikasi mencuri uang rakyat. Ancaman bahkan selalu datang silih berganti tanpa henti.
Puncaknya, saat dia pulang menunaikan ibadah subuh di mesjid kediaman rumahnya di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara, pagi tadi. Novel mendapat teror fisik berupa siraman air keras di wajahnya oleh orang tak dikenal. Akibatnya, sebagian besar wajah di sekitaran dahi dan kedua kelopak matanya mengalami luka gosong. Novel sedang dirawat di RS Mitra Keluarga, Jakarta.
Kejadian tersebut bukan yang pertama dialami oleh istri dari Emil itu. Sebelumnya, dia beberapa kali sengaja dikriminalisasikan dan berusaha ditangkap paksa oleh pihak kepolisian dari gedung KPK pada 2012 lalu. Namun, usaha itu gagal setelah masyarakat secara berbondong-bondong datang melakukan perlindungan kepada Novel.
Tapi, usaha tersebut sepertinya tidak membuat para koruptor puas untuk memberikan teror kepada perwira lulusan Akademi Kepolisian 1998 itu surut. Tahun lalu, pria kelahiran Semarang 40 tahun silam itu juga mengalami tabrak lari dengan mobil saat sedang mengendarai sepeda motor ke kantornya di daerah Kuningan, Jakarta Selatan.
Apa yang dialami Novel tersebut, lantas mengingatkan kita dengan apa yang dialami oleh Munir. Pahlwan Hak Asasi Manusia asal Malang, Jawa Timur itu, juga dihabisi dengan racun arsenik saat menjalani penerbangan menuju Amsterdam Belanda, 2015 silam. Parahnya, pelaku dan otak dari pembunuhan sistematis itu tidak pernah terungkap sampai saat ini.
“Masyarakat harus berdiri di pihak Novel, karena dia adalah manifestasi dari perjuangan penegakan hukum tanah air,” kata Ikhsan. “Semua elemen harus bersatu, bahwa Novel tidak sendirian karena kita semua ada bersama dia,” lanjut pria yang juga aktivis perjuangan demokrasi asal Maluku itu. (Nero)