MEDIAHARAPAN.COM, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) dianggap berpihak ke pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 01 setelah membatalkan gugatan Capres dan Cawapres nomor urut 02. Putusan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2019 itu disesalkan oleh organisasi masyarakat Gerakan Darurat Rakyat (GDR).
“Padahal terlihat jelas dimana kecurangan yang dilakukan oleh pasangan Capres dan Cawapres 01 Joko Widodo (Jokowi) – Ma’ruf Amin,” kata juru bicara GDR, Wawan Leak, dalam siaran persnya, Kamis (27/6/2019) malam.
Hampir lebih kurang satu tahun terakhir, urai Wawan, konsentrasi segenap lekuk kehidupan, baik dari sisi pemerintahan mau pun kehidupan tersita untuk momen demokrasi. Khususnya, pemilu legislatif (Pileg) dan pemilu presiden (Pilpres) 2019.
“Seperti kita ketahui bersama dan sangat dirasakan oleh rakyat, hampir dua tahun terakhir banyak sekali kebijakan rezim (Presiden) Jokowi yang sangat mendera kehidupan rakyat,” jelasnya.
Beberapa diantaranya, papar Wawan, mulai dari harga listrik naik, pangan melambung, hingga yang terbaru terkait persoalan pembangunan jalan tol sebagai pemicu permasalahan baru. Yaitu, tarif tol yang tidak masuk akal.
“Begitu juga dengan tidak terjawabnya masalah-masalah sosial yang muncul dalam pembangunan infrastruktur tersebut,” sambungnya.
Selain itu, Wawan juga menyoroti proses Pemilu yang memakan banyak korban jiwa. Mulai dari petugas KPPS hingga permasalahan yang dibawa ke Amnesty Internasional. “Yaitu, adanya ‘Kejahatan Kemanusiaan’ di aksi unjuk rasa depan kantor Bawaslu, Jakarta, 21 – 22 Mei lalu,” tutur Wawan.
Menurutnya, pemerintah telah melakukan penyalahgunaan wewenang dalam mengelola negara. Sehingga, hal itu justru menambah permasalahan rakyat. Wawan menilai, Rezim Jokowi lebih berpihak pada kepentingan asing maupun aseng daripada bangsa dan negara.
Berangkat dari hal tersebut, gema “Kedaulatan Rakyat” sudah terkoyak dengan berbagai kebijakan rezim. Hingga sampailah pada proses yang konon menjadi benteng terakhir demokrasi, yaitu MK. Namun, lanjutnya, hal itu pun juga masih mimpi di siang bolong bagi rakyat dalam mendapatkan kedaulatannya.
Wawan berpendapat, Gerakan Kedaulatan Rakyat dengan kondisi sekarang ini, musti diubah menjadi Gerakan Kedaruratan Rakyat. “Seharusnya musti ada proses penyadaran rakyat untuk melakukan perlawanan kepada Rezim Fasis. Ini penting. Karena proses pembodohan dilakukan rezim secara sistemik,” urai Wawan.
Media, kata Wawan, sudah menjadi alat legitimasi berbagai kebijakan rezim yang sangat merugikan rakyat. Sehingga perlu adanya antitesa dari proses pembodohan tersebut. “Dengan kesadaran rakyat secara personal, yang memahami tentang hak politiknya, maka bukan menjadi keniscayaan kedaulatan bisa diambil kembali. Saatnya GDR untuk mengambil kedaulatannya kembali,” demikian Wawan.
Seperti diketahui, majelis hakim MK menolak seluruh gugatan sengketa PHPU Presiden 2019 yang diajukan pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Menurut MK, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Dengan demikian, pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Ma’ruf Amin akan memimpin Indonesia periode 2019-2024. “Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar ujar Ketua MK yang memimpin sidang di Gedung MK, Anwar Usman, Kamis (27/06/2019) pukul 21.15 WIB. (Cecep Gorbachev)