MEDIAHARAPAN.COM, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu hingga Kamis (27-28/3) terkait dugaan suap pengiriman via kapal.
Dalam konferensi pers di gedung KPK pada Kamis (28/3) KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka yakni Bowo Sidik Pangarso Politisi Golkar, Asty Winasti selaku Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia, dan Indung dari PT Inersia.
Adapun barang bukti berupa uang sekitar 8 milyar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang telah dimasukkan dalam amplop-amplop pada 84 kardus. KPK menduga uang Rp 8 milyar yang ditemukan akan digunakan Bowo Pangarso dalam Pemilu 2019. Uang tersebut akan digunakan untuk “serangan fajar” pada 17 April mendatang.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Direktur Madrasah Anti Korupsi (MAK) Gufroni, SH.,MH mengatakan OTT yang dilakukan KPK tentu harus diapresiasi sebagai upaya refresif penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi.
Namun demikian, lanjutnya, ada yang tidak biasa atau bisa dikatakan janggal ketika saat konferensi pers yang disampaikan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.
Gufroni menyoroti barang bukti berupa 400 ribu amplop di 84 kardus itu yang ditumpuk rapi tepat dibelakang Wakil Ketua KPK itu isinya tidak dibuka sama sekali.
“Bahkan terlihat masih ratusan kardus tersebut masih dalam posisi di lem. Beda dengan konferensi pers oleh KPK sebelum-sebelumnya, dimana barang bukti diperlihatkan secara terbuka bahkan sampai dibuka isi-isinya, baik yang disimpan di dalam tas, koper dan juga kardus,” jelas Gufroni dalam keterangan resminya, Jumat (29/3/2019).
Gufroni menegaskan, justru dengan tidak dibukanya barang bukti, publik pun mencurigai bahwa amplop-amplop dalam kardus tersebut berkaitan dengan Pilpres tahun 2019 mengingat jumlahnya sangat banyak.
Yang lebih menarik lagi, imbuhnya, ternyata sebagian amplop-amplop yang turut disita, tapi bukan dalam kardus yang diperlihatkan, terlihat tanda cap jempol warna hijau pada bagian luarnya yang mengarah ke kubu Jokowi-Ma’ruf Amin.
“Sangat bisa diduga bahwa ratusan ribu amplop itu akan digunakan pada saat serangan fajar untuk mengarahkan masyarakat memilih pasangan capres dan cawapres tertentu,” ujarnya.
Oleh karena itu, MAK mempertanyakan bantahan dari KPK yang menyatakan bahwa amplop yang disiapkan oleh anggota DPR Komisi VI, Bowo Sidik Pangarso ditujukan untuk kepentingan pemilihan presiden 2019.
Ghufroni menilai KPK terlalu terburu-buru ketika langsung melakukan bantahan tersebut, sebelum adanya petunjuk atau informasi lebih detail mengenai perkembangan kasus suap tersebut.
“Apalagi barang bukti di dalam 84 kardus tidak berani dibuka, menjadi pertanyaan publik ada apa dengan KPK,”ucapnya.
Semestinya, sambung Gufroni, KPK harus berani dan terang menjelaskannya kepada publik tentang isi dalam kardus tersebut. Jangan-jangan ada bukti penting lainnya, seperti tanda cap jempol sebagaimana dalam amplop yang turut di sita yang bukan berasal dari dalam kardus.
“KPK tidak boleh setengah-setengah dalam memperlihatkan barang bukti saat konferensi pers. Ini akan menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi yang masih setengah hati,” katanya.
Potensi Pelanggaran Pemilu
MAK berpendapat dengan adanya temuan ratusan ribu amplop itu, ada potensi pelanggaran Pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis dan massif (TSM). Jadi bukan hanya pada delik suap saja yang proses KPK, tapi lebih besar dari itu bahwa ini sebagai upaya untuk memenangkan capres dan cawapres tertentu.
“Oleh karena itu, Bawaslu RI diminta untuk menelusuri lebih lanjut terkait temuan 400 ribu amplop tersebut,” katanya.
MAK meminta Bawaslu jangan berlindung pada aturan bahwa belum ada pelanggaran Pemilu dalam bentuk money politik dengan bagi-bagi amplop secara langsung ke masyarakat atau belum ada peristiwa hukumnya.
“Dengan adanya temuan ini, Bawaslu harus gerak cepat dalam upaya deteksi dini dan pencegahan agar amplop-amplop yang mungkin sudah dipersiapkan oleh pihak yang menghalalkan macam cara untuk memenangkan capres cawapresnya tidak keburu disebar ke masyarakat,” pungkas Ghufroni. (bilal)