Oleh: Imam Shamsi Ali
MEDIAHARAPAN.COM -Pada tanggal 27 Juni lusa Indonesia akan mengadakan pilkada serentak di seluruh pelosok negeri. Tidak main-main. Ada 171 daerah yang akan melakukan pesta demokrasi untuk menentukan pemimpin daerah masing-masing, baik di tingkat propensi maupun kabupaten/kotamadya.
Pilkada ini menjadi sangat penting. Karenanya memerlukan tenaga, pikiran, waktu dari semua elemen bangsa. Tapi yang tidak kalah pentingnya adalah membutuhkan dana yang sangat besar.
Bagi seorang calon misalnya, memerlukan Dana besar untuk mendapatkan tiket untuk maju dalam pertarungan, dana kampanye yang tak terhingga, hingga kepada biaya saksi-saksi pada hari H pilkada itu sendiri memerlukan dana yang sangat besar.
Pilkada kali ini kemudian menjadi sangat krusial dan menentukan karena semuanya tidak dapat dilepaskan dari konteks pemilihan pemimpin nasional, baik pilpres maupun pemilihan legislatif di tahun 2019 mendatang. Para calon dan partai pendukung melakukan semua cara yang memungkinkan untuk memenangkan calonnya di pilkada tahun ini.
Dengan kata lain, pemilihan Gubernur dan walikota/Bupati serentak tanggal 27 Juni ini menjadi aset bagi pilpres dan pemilihan legislatif tahun depan.
Hal ini tentunya menjadikan semua yang berkepentingan memainkan semua kartunya untuk memenangkan pilkada itu. Tidak main-main. Ada partai besar yang mengucurkan dana yang sanga besar untuk membeli suara rakyat.
Yang sering terjadi adalah kongkalikong antara berbagai kepentingan. Sebuah partai kuat misalnya akan bekerjasama dengan calon-calon dari daerah, tentu dengan janji-janji dukungan tahun depan. Atau sebuah partai kuat, apalagi jika memang partai yang memegang kekuasaan, akan memegang kepala para pengusaha untuk mengucurkan dana yang besar.
Tentu dengan janji-janji memenangkan tender proyek-proyek besar. Bahkan konon kabarnya para Pengusaha itu diintimidasi untuk dikriminalisasi jika tidak mengucurkan dana yang diperlukan bagi pemenangan para calonnya di daerah.
Sementara itu rakyat kita di sisi lain masih sangat rentang dengan urusan perutnya. Uang Rp. 100.000, bahkan Rp. 50.000 bisa menjadi pembeli suara di kampung-kampung. Bagi rakyat, memilih itu ibarat rutinitas tahunan yang tidak berdampak apa-apa. Sehingga yang yang ada di depan pelupuk mata lebih menarik ketimbang pertimbangan kriteria calon yang dipilih.
Bahkan sebagian menganggapnya tidak lebih dari sebuah mainan yang tidak berdampak apa-apa. Hadir di lapangan kampanye dengan ragam hiburannya, atau ugalan-ugakan dengan motornya di jalan menjadi bagian dari “fun” (kesenangan) semata.
Kongkalikong berbagai kepentingan inilah, yang didukung oleh (maaf) kebodohan pemilih dan adanya sikap tidak peduli rakyat sebagai bentuk keputus asaan atas pemilihan-pemilihan selama ini yang tidak memiliki dampak positif bagi kesejahteraan rakyat. Semua itu menjadikan pesta demokrasi seringkali dipersepsikan oleh rakyat sebagai wujud seremonial lima tahunan.
Dampak pilkada bagi pesta demokrasi tahun depan menjadikan partai-partai “all-out”, dengan segala cara, halal atau haram, legal atau tidak, dilakukan semuanya. Salah satu hal yang paling dominan adalah praktek money politics, menyuap atau membeli suara pemilih. Bahkan tidak menutup kemungkinan menyuap pihak-pihak berwewenang di pilkada, termasuk KPU daerah.
Disinilah saya ingin mengingatkan kita semua beberapa hal:
1. Ketika memilih hadirkan dibenak anda dua kepentingan. Kepentingan daerah dan kepentingan nasional, khususnya dalam upaya melakukan perubahan di kancah nasional di tahun 2019 mendatang.
2. Memilihlah dengan pertimbangan rasional, bukan sekedar emosional. Dan yang terpenting dengan pertimbangan nurani dan kata hati, bukan kepentingan sesaat. Ingat, uang ?.000 membahagiakan sehari. Tapi bisa menyengsarakan 5 tahun, bahkan generasi.
3. Dalam memilih pertimbangkan partai pendukung utama (saya katakan utama, karena ada partai yang sekedar pelengkap). Siapa dan bagaiamana “track record” partai tersebut, khususnya dengan isu-isu keumatan. Hal ini erat hubungannya dengan kancah nasional, khususnya dalam konteks perubahan di tahun 2019.
4. Negara kita hingga kini belum mampu bangkit sejajar dengan bangsa-bangsa besar lainnya, seperti Amerika dan China. Satu penyebab utama adalah korupsi dan penyelewengan posisi publik. Karenanya dalam memilih pahami masing-masing “treck record” calon. Pilihan calon yang berintegritas tinggi; bersih, jujur, religius, serta berorientasi keumatan.
5. Dalam pembangunan ada dua hal yang saling terkait; keamanan dan kesejahteraan. Ketika daerah atau negara aman, maka pembangunan akan lebih kondusif dan maju. Karenanya dalam memilih paslon kombinasi sipil-militer menjadi pertimbangan yang lebih baik.
6. Ketika memilh pahami program dari masing-masing calon. Mana program yang bersifat “genuine” (program dari hati, tidak dibuat-buat), “applicable” (bisa diaplikasikan) serta memang dibutuhkan secara mendasar di daerah kita.
7. Khusus untuk umat Islam, pilihlah paslon yang memang punya komitmen “penguatan” (empowerment) keumatan, berorientasi keislaman, seraya memilki komitmen kebangsaan yang solid.
8. Ketika memilih pahami siapa di antara paslon-paslon itu yang tahu menghargai tokoh-tokoh nasional daerah. Menghargai orang tua dan para tokoh adalah bagian dari religiositas, khususnya dalam budaya dan tradisi daerah.
9. Pemimpin itu akan menjadi “cerminan” rakyatnya ke depan. Pemimpin yang minder boleh jadi karena itulah gambaran rakyatnya. Pemimpin yang berani dan tegas itu pula gambaran rakyatnya. Karenanya tentukan pilihan berdasarkan bagaimana wajah anda akan diwakili ke depan.
10. Ingat bahwa pilihan itu akan dipertanggung jawaban, tidak saja di dunia untuk lima tahun ke depan. Tapi yang terpenting adalah tanggung jawab ukhrawi di hadapan Mahkamah Ilahi. Karenanya pilihlah dengan bismillah, dengan hati (ikhlas), dan penuh tanggung jawab.
11. Memilih itu adalah hak. Tapi sekaligus tanggung jawab. Karenanya lakukan hak pilih secara bertanggung jawab, selama dan setelah memilih. Pada akhirnya kedewasaan demokrasi tercenrmin dari sikap kita terhadap hasil pemilihan. Apapun hasilnya terima dengan lapang dada dan legowo. Kedepankan kepentingan umum di atas kepentingan golongan/kelompok.
Demikian disampaikan sebagai tanggung sosial bersama untuk daerah/negara yang lebih baik, maju dan kuat. Dan yang terpenting, semoga ini menjadi bagian dari amal kebajikan kita bersama. Amin!
Imam shamsi Ali: Diaspora Indonesia yang bermukim di kota New York.