Oleh: Muslim Arbi
MEDIAHARAPAN.COM – Pada sidang perdana Pansus KPK DPR RI agendakan pemanggilan Miryam S Haryani untuk di dengar keterangan di depan Pansus. Tapi Miryam S Haryani yang telah menjadi Tersangka kasus E-KTP dari Fraksi Partai Hanura itu gagal di hadirkan karena KPK tidak mengizinkan nya.
Pansus pun berencana akan memanggil kembali Miryam Sang Gadis Ahok kedua kali nya setelah masa reses. Jika panggilan berikut nya juga dipanggil tidak datang, maka Pansus berencana akan lakukan pemanggilan paksa.
Tapi rencana pemanggilan paksa oleh Pansus melalui kepolisian itu di tentang Pimpinan Polri dengan alasan Miryam sedang menjadi proses hukum di KPK sehingga bisa dianggap mengganggu di lembaga anti rasuah itu.
Soal pemanggilan oleh Pansus KPK itu adalah hal biasa saja. Siapapun bisa dipanggil oleh Pansus. Saat Pansus Century dahulu Mentri Keuangan Sri Mulyani dan Mantan Wapres Jusup Kalla pun datang memenuhi undangan. Jadi mestinya Miryam S Hariyani datang saja. Dan kedatangan nya ke Pansus tidak akan menggu proses hukum di KPK yg sedang di jalani nya.
Mengaitkan posisi Miryam S Haryani dengan Menkeu Sri Mulyani dan Mantan Wapres Jusup Kalla dalam Pansus Century memang beda. Karena SMI dan Pak JK bukan dalam status tersangka. Tapi SMI dan JK saja berani datang. Kenapa Miryam S Haryani susah amat.
Justru kalau KPK tidak izinkan Wanita kelahiran Cirebon mendatangi Pansus KPK. Publik semakin curiga. Karena terlihat takut hadapi Pansus hadapi DPR sehingga KPK minta bantuan Presiden Joko Widodo. Untung Jokowi tidak tanggapi itu.
Jadi ketidak hadiran Miryam S Haryani ke Pansus karena KPK melarang nya ada sebuah tanda tanya besar. Ada apa KPK dengan Miryam. Apalagi Miryam S Haryani ada terkait dengan nama Ahok. Ahok, nama panggilan Basuki Tjahaja Purnama terkait dengan sikap KPK dan Kepolisian dalam lakukan semacam pembelaan terhadap Miryam di depan Pansus patut di pertanyakan.
Kenapa harus pertanyakan sikap KPK dan Polri terkait dengan nama Ahok? Kedua insitusi Hukum itu terlihat begitu kekeuh bela Ahok dalam beragai kasus sudah sangat santer di masyarakat. Kasus Dugaaan Korupsi Ahok di KPK yang sudah begitu gamblang dan terang benderang saja KPK belum mau ambil langkah tegas tetapkan Ahok sebagai tersangka nya.
Begitu juga, Kasus UPS dan Kasus Taman BMW yang sudah jelas mengarah ke nama Ahok saja. Kepolisian malah terlihat tidak berdaya. Apalagi terkait hasil Pilgub DKI dan kekalahan Ahok, Polisi malah terlihat seperti merekaya kasus chat mesum yang di tujukan kepada Habib Rizieq karena Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu bisa saja di anggap sebagai menjadi penyebab kekalahan Ahok dan harus masuk penjara karena kasus penghinaan Alquran yang terbukti di pengadilan.
Nah, sikap KPK dan Polri terkait pemanggilan Pansus KPK twrhadao Miryam yang masih terkait Ahok itu bisa di baca sebagai sikap yang belum move on. Seharus nya KPK dan Polri sudah move on terkait dengan nama yang berbau Ahok. Kalau masih saja seperti selama ini, KPK dan Polri di anggap sebagai Ahokisme. Karena Misryam S Haryani Sang Gadis Ahok.
Lagi pula Sikap KPK dan Polri yang terlihat membela Miryam itu adalah sebuah bentuk pembangkangan terhadap konsitusi dan fungsi kontrol Dewan. Apalagi Pansus KPK juga perlu klarifikasi atas surat Miryam S Haryani yang ditulis tangan sdh ada di Pansus itu.
Kalau Presiden saja sarankan KPK hadapi Pansus KPK kenapa KPK terlihat ketakutan melepas Miraym S Haryani datangi Pansus. Dengan mendatangi Pansus oleh KPK dan membiarkan Miryam ke Pansus berarti KPK jujur, gentle dan transparan. Publik juga sangat antusias soal kerja Pansus ini, agar kegelisahan dan sejumlah tanya dari Publik soal kinerja KPK yang terlihat tebang pilih dan pilih pilih tebang di era kepemimpinan Agus Raharjo ini, melalui Pansus ini dapat terjawab dan terang benderang.
Alhasil, KPK tidak usah takut, hadirkan saja Miryam S Haryani, datang dan hadapi Pansus dan tidak usah ajak Polri untuk lakukan pembangkangan terhadap Konsitusi dan membantu DPR untuk lakukan Fungsi Pengawasan untuk dapat di ketahui oleh Publik.
Dan image Ahokisme yang lengket di KPK tertepis dengan sendiri nya.
Depok, 20 Juni 2017