Oleh: M. Ikhsan Tualeka
MEDIAHARAPAN.COM – Judul di atas adalah tema Workshop Penumbuhan Wirausaha Pemuda yang diadakan oleh Kementrian Pemuda dan Olah Raga bekerjasama dengan sejumlah perguruan tinggi di tanah air, kebetulan penulis kerap menjadi salah satu pembicara dalam beberapa kegiatan itu. Sebuah ikhtiar dalam meningkatkan minat kewirausahaan dikalangan mahasiswa.
Memang upaya semacam ini perlu terus dilakukan, mengingat jumlah pengusaha di Indonesia masih relatif kecil. Di ASEAN misalnya, walau separuh populasi penduduknya tinggal di Indonesia, tapi proporsi jumlah wirausaha kita masih jauh lebih sedikit dari negara-negara tetangga yaitu baru mencapai 3,1 persen. Sementara rasio wirausaha Singapura 7 persen, Malaysia 6 persen dan Thailand 5 persen dari total jumlah penduduknya.
Jumlah wirausaha perlu ditingkatkan juga dikarenakan tiga realitas objektif. Pertama, kondisi persaingan pasar bebas. Tak bisa dipungkiri era pasar bebas saat ini memerlukan kemampuan daya saing dipelbagai sektor. Salah satunya adalah lahir dan tumbuhnya para pengusaha atau wirausaha muda, yang tidak hanya mampu memanfaatkan pasar domestik, tapi juga dapat melakukan ekspansi ke negara lain.
Dengan berlakunya pasar bebas seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang telah berlaku efektif sejak akhir Desember 2015, negara anggota ASEAN meleburkan batas teritori dalam sebuah pasar bebas, sehingga menyatukan pasar setiap negara dalam kawasan menjadi pasar tunggal. Konsekuensinya, arus barang dan jasa yang bebas merupakan kemestian. Selain itu, negara-negara dalam kawasan juga diwajibkan membebaskan arus investasi, modal dan tenaga trampil.
Kenyataan ini mau tak mau, membutuhkan kesiapan bangsa Indonesia, bila tak mau hanya sekedar menjadi pasar potensial negara lain, atau bakan menjadi penonton. Lahirnya wirausaha muda yang handal, selain penting dalam persaingan antar kawasan, dalam konteks yang lebih jauh, akan memberikan kontribusi positif bagi penerimaan devisa negara seiring dengan meningkatnya neraca ekspor tehadap nilai import.
Kedua, memaksimalkan pengelolaan potensi daerah. Dengan semakin meningkatnya jumlah pengusaha, apalagi yang bergerak dalam mengelola potensi daerah, tentunya berbagai potensi yang dimiliki saat ini, dan masih cenderung diabaikan dapat terkelola dengan optimal.
Dengan banyaknya jumlah wirausaha juga dapat mengubah kebiasaan bangsa kita menjadi eksportir bahan baku produksi atau raw material, menjadi bangsa yang memproduksi bahan jadi, sehingga rantai produksi lebih panjang dan mampu menyerap lebih banyak lapangan pekerjaan.
Ketiga, dalam menyikapi bonus demografi yang akan dihadapi Indonesia dalam waktu dekat. Negara kita diprediksi akan mendapat bonus ini di tahun 2020-2030. Kondisi dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum begitu banyak.
Saat itu, jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun). Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara nonproduktif hanya 60 juta.
Bonus demografi ini tentu akan membawa dampak sosial – ekonomi. Salah satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat rendah, diperkirakan mencapai 44 per 100 penduduk produktif. Situasi ini sejalan dengan laporan PBB, yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan negara Asia lainnya, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun sampai 2020.
Tentu saja ini merupakan suatu berkah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Imbasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Namun berkah ini bisa berbalik menjadi bencana jika bonus ini tidak dipersiapkan kedatangannya. Masalah yang paling nyata adalah terkait ketersediaan lapangan pekerjaan. Kerap menjadi pertanyaan adalah apakah negara kita mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk menampung 70 persen penduduk usia prodiktif di tahun 2020-2030?. Meski lapangan pekerjaan dapat tersedia, mampukah sumber daya manusia yang melimpah ini bersaing di dunia kerja dan pasar internasional?
Ini adalah pertanyaan yang mesti bisa dijawab bersama. Karena menjadi tantangan tersendiri, mengingat fakta yang ada sekarang, indeks pembangunan manusia atau human development index (HDI) Indonesia masih rendah. Saat ini, dari 182 negara di dunia, Indonesia berada di urutan 111. Sementara dikawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan enam dari 10 negara ASEAN.
Posisi ini masih di bawah Filipina, Malaysia, Singapura, Brunei dan Thailand. Tingkat HDI ini terbukti dari tidak kompetitifnya pekerja Indonesia di dunia kerja baik di dalam ataupun luar negeri. Paling-paling, pekerja Indonesia di luar negeri adalah menjadi pembantu. Ujung-ujungnya disiksa dan direndahkan. Untuk tingkat dalam negeri sekali pun, pekerja Indonesia masih kalah dibanding pekerja asing. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peluang kerja dan posisi strategis yang malah ditempati tenaga kerja asing.
Permasalahan pembangunan sumber daya manusia inilah yang harusnya bisa diselesaikan dari sekarang, jauh sebelum bonus demografi datang. Jangan sampai hal yang menjadi berkah justru membawa bencana dan membebani negara karena masalah yang mendasar: kualitas sumber daya manusia.
Tentu ada banyak upaya dan pendekatan yang dapat dilakukan. Paling pokok adalah lewat pendidikan dan penguatan kapasitas pemuda. Mendorong pemuda untuk menjadi wirausaha, dengan pendekatan satu pemuda satu produk atau ‘one youth one product’ bisa jadi adalah solusi yang dapat diterapkan. Yakni mendorong anak-anak muda agar mau mencari dan menemukan produk yang dapat dikelola dan dikembangkan, paling tidak satu orang memiliki satu produk, dan itu diambil atau dibuat dari bahkan baku yang ada dilingkungan sekitar para pemuda tinggal. Cara ini selain dapat memungkinkan makin banyak lahir wirausaha muda, mengurangi angka pengangguran, juga potensi sumber daya alam dapat terkelola dengan lebih optimal.
Apalagi dengan makin majunya teknologi informasi seperti saat membuat semua orang dapat terhubung dengan mudah dan cepat. Sehingga peluang usaha secara virtual kini tumbuh dan berkembang dengan pesat. Seperti e-commerce dan bisnis online lainnya. Tiap orang dengan mudah dapat menjajakan produknya tanpa mesti membuka toko atau lapak, daya jangkaunya tak terbatas, hingga manca negara. Peluang ini yang harus dapat dimanfaatkan dengan optimal oleh generasi muda tanah air. Ayo, jadi wirausaha.
Penulis adalah Ketua Empower Youth Indonesia dan Direktur Beta Kreatif