MEDIAHARAPAN.COM, Tim pencari fakta PBB di Myanmar mengatakan militer menggunakan pemerkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya begitu rutin sehingga “mencerminkan budaya toleransi yang meluas terhadap penghinaan.”
Misi itu mengatakan dalam laporan setebal 61 halaman bahwa militer Myanmar harus mengakhiri praktik itu, yang katanya digunakan untuk menteror etnis minoritas di banyak negara.
Ditemukan bahwa di negara bagian Rakhine, rumah bagi minoritas Muslim Rohingya di negara itu, praktik kekerasan seksual begitu meluas selama apa yang pemerintah sebut “operasi pembersihan” pada 2017, sehingga menjadi indikator dalam membaca niat Myanmar untuk melakukan genosida terhadap etnis tersebut.
“Komunitas internasional harus meminta militer Myanmar untuk memperhitungkan rasa sakit luar biasa dan penderitaan yang ditimbulkannya terhadap masyarakat dari semua jenis kelamin di seluruh negara,” kata ketua misi, Marzuki Darusman dalam sebuah pernyataan, Kamis (21/8).
Laporan ini didasarkan pada wawancara dengan ratusan orang yang selamat dan saksi operasi yang sedang berlangsung di negara bagian Rakhine, Kachin dan Shan.
Ia menetapkan bahwa penggunaan kekerasan seksual oleh militer hanya dapat dikaitkan dengan “bagian dari strategi yang disengaja dan terencana dengan baik untuk mengintimidasi, meneror dan menghukum penduduk sipil serta memaksa mereka untuk melarikan diri.”
“Misi tersebut menyimpulkan dengan alasan yang masuk akal bahwa tindakan tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan tindakan genosida yang mendasarinya disertai dengan kesimpulan niat genosida,” tulis tim misi dalam sebuah laporan yang menggunakan bahasa Inggris.
Perempuan dan anak perempuan menjadi sasaran dalam sebagian besar serangan yang didaftar dalam laporan tersebut. Selain dipukuli, dibakar dengan rokok dan dipotong dengan pisau, laporan misi PBB mengatakan bahwa militer Myanmar, yang dikenal sebagai Tatmadaw, memperkosa dan menahan para perempuan serta gadis sebagai budak seksual di pangkalan militer.
Pria dan anak lelaki juga diperkosa, disiksa secara seksual dan dipaksa telanjang, menurut laporan itu.
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai etnis yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat akan serangan sejak belasan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, kebanyakan wanita, dan anak-anak, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan penumpasan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017, mendorong jumlah orang yang dianiaya di Bangladesh di atas 1,2 juta. .
Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan negara Myanmar, menurut sebuah laporan oleh Ontario International Development Agency (OIDA). (Anadolu/bilal)