MEDIAHARAPAN.COM, Bali – Kuasa hukum masyarakat Kampung Bugis Desa Serangan, Depasar Selatan, Rizal Akbar, menyatakan penggusuran rumah warga telah melanggar HAM, dan penggusuran ini dilakukan berdasarkan dokumen Palsu Kepemilikan tanah.
Rizal menyebut, Maisaroh yang mengkalim memiliki tanah telah menggunakan dokumen palsu untuk mensertifikatkan tanah warga. Itu diketahuinya dari data-data di Kantor Pertanahan Depasar, dimana ada dua sertifikat dengan dua obyek yang menggunakan satu dokumen yang dipalsukan.
“Pemohon eksekusi memang pernah membeli tanah di Serangan, tetapi letaknya di selatan kuburan, sedangkan tanah warga yang disertifikatkan Maisaroh berada di sebelah utara kuburan. Penyanding tanahnya pun antara yang tertulis di sertifikat dengan keadaan di lapangan berbeda,” kata Rizal.
Kepada wartawan Rizal mengatakan, ekekusi oleh Panitera PN Depasar Mustofa Djafar, itu tidak sah, karena tidak ada dasar hukumnya. Sebagaimana yang dibacakan Mustofa di tempat eksekusi tentang Penetapan MA nomor 8031/PTT/201, tanggal 22 Maret 2012, bahwa penetapan itu tidak pernah ada. “Putusan MA sebagaimana dibacakan Mustofa tidak pernah ada dan surat penetapan itu tidak berkaitan dengan obyek sengketa,” kata Rizal.
Menurut Rizal, pihak BPN telah membatalkan sertifikat tanah yang dimiliki Maisaroh dan pihaknya sedang menunggu surat pembatalan itu. Dia menyesalkan, ketika dia menceritakan hal itu, Panitera PN Denpasar tidak mau mendengarkannya, bahkan tidak ada keinginan untuk memanggil atau memintai keterangan pihak PN Depasar sebelum dilaksanakan eksekusi.
Pihak pengacara warga akan mengajukan peninjauan kembali (PK) atas Putusan MA yang telah memenangkan Maisaroh, karena dia menyatakan memiliki bukti baru, yakni perihal penerbitan sertifikat yang dijadikan alasan oleh Maisaroh untuk ‘mengusir’ warga, cacat hukum.
Eksekusi terhadap perkampungan masyarakat nelayan Bugis berlangsung di Pulau Serangan Denpasar, Selasa. Eksekusi itu berawal dari sengketa kepemilikan antara warga Serangan dengan pemohon eksekusi atas nama Maisaroh. MA memutuskan, bahwa tanah yang ditempati 36 warga Serangan adalah hak milik sah Maisaroh.
Ada 36 rumah yang dibongkar, karena dianggap menempati tanah yang tidak menjadi hak mereka. Enam alat berat dikerahkan untuk meratakan seluruh bangunan dengan tanah. Pelaksanaan eksekusi berlangsung rusuh, karena masyarakat melawan untuk mempertahankan haknya. (Ze)
Sumber: Republika