MEDIAHARAPAN.COM, Jakarta – Pimpinan Pusat Persatuan Islam Istri(PP Persistri) telah melakukan kajian terhadap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual(RUU P-KS),
Persistri berpendapat bahwa RUUP-KS diawali dari fenomena yang mengerikan dan gagasan yang menggiurkan, berakhir pada legal drafting yang multitafsir dan mengkhawatirkan.
“Kami berpendapat RUU P-KS banyak bersinggungan dengan aturan hukum keluarga yang di dalam Islam merupakan
hak Allah,” kata Ketua Umum Persistri LiaYuliani, M.Ag dalam keterangannya, Jakarta (16/7/2019).
Lanjut Lia, diantara hak Allah yang bersinggungan dengan RUU P-KS adalah, pertama, orangtua dapat dipidanakan jika memaksa anaknya untuk menikah walaupun anaknya sudah dipandang memiliki hubungan (pacaran) yang berlebihan atau ada ketertarikan seksual sesama jenis.
“Kedua, suami atau istri yang melakukan tindakan non fisik seperti siulan, kedipan mata, memberi ucapan atau komentar yang bernuansa sensual atau ajakan atau yang mengarah pada ajakan melakukan hubungan seksual, dapat dipidanakan jika dilakukan tanpa persetujuan korban atau bertentangan dengan kehendak korban,” jelasnya.
Kemudian, suami yang berhubungan dengan isterinya tanpa persetujuan isterinya dapat dipidanakan. Menurut Lia RUU P-KS juga mendegradasi bahkan merusak lembaga perkawinan, seperti menganut pemenuhan hasrat seksual yang mengikuti kehendak seseorang.
“Padahal, Islam mengatur pemenuhan hasrat seksual hanya boleh melalui perkawinan,” ucapnya.
Lalu, merusak lembaga perkawinan terkait hubungan seksual dengan persetujuan walau tidak menikah, walau sesama jenis, hal itu adalah boleh.
“Merusak lembaga perkawinan, karena tidak disebut perkosaan apabila korban menyetujuinya walaupun tidak terikat perkawinan,” terang Lia.
Berdasarkan kajian tersebut Persatuan Islam Istri menyatakan menolak RUUP-KS jika tidak dilakukan kajian yang komprehensif terhadap rumusan pasal-pasal yang multitafsir dan bertentangan dengan aturan hukum keluarga dalam agama dan pancasila.
“Meminta agar pemerintah segera menetapkan terlebih dahulu KUHP Nasional, agar diketahui aturan tentang perzinahan sebagai genusnya,” pungkas Lia.
Penolakan Persistri terhadap RUU P-KS disampaikan ke DPR-RI. (bilal)