MEDIAHARAPAN.COM, Banyumas – Tempat pembuangan akhir Desa Banjaranyar, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, ditutup. Imbasnya, daerah setempat berubah menjadi tumpukan sampah. Baik di sudut, maupun pinggir jalan desa. Tidak hanya menimbulkan bau kurang sedap, tumpukan sampah ini juga mengancam kelestarian alam serta kesehatan warga sekitar.
Ihwal tersebut menjadi awal langkah Arky Gilang Wahab mendirikan Green Prosa pada 2018 lalu. Green Prosa merupakan sebuah organisasi yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat, terutama dalam pengelolaan sampah, peternak, dan petani untuk membangun usaha.
Budidaya maggot atau larva lalat jenis Black Soldier Fly menjadi salah satu program utama Green Prosa. Beberapa tahun belakangan, budidaya jenis belatung ini memang semakin dikenal karena dapat mengekstrak energi dan nutrien dari sampah sayuran, sisa makanan, bangkai hewan, dan kotoran sebagai bahan makanannya.
Awalnya, Arky menggunakan metode composing untuk mengurai sampah di lingkungannya. Namun karena dinilai membutuhkan waktu lebih panjang dan lahan yang luas, pada akhir 2019, pria yang juga menjabat sebagai Ketua Duta Petani Milenial Banyumas ini pun beralih menjalankan program budidaya maggot karena jauh lebih efisien untuk mengolah sampah.
Bersama adik iparnya, ia memulai budidaya dengan 5 gram maggot dan memberi makan maggot tersebut dari sampah yang didapatkan dari sekitar kampung. Dari hasil budidaya ini, Arky bisa menghasilkan 7 kilogram pupuk organik.
Selain tidak perlu lahan luas, maggot juga memiliki kemampuan mengurai sampah organik 1-3 kali dari bobot tubuhnya selama 24 jam. Jadi sebanyak 1 kilogram maggot bisa memangkas 2 hingga 5 kilogram sampah organik setiap harinya.
Budidaya Maggot Green Prosa Peroleh Apresiasi dari Pemerintah BanyumasSeiring berjalannya waktu, Green Prosa semakin tumbuh dan berhasil menjalin kerja sama dengan komunitas dan pemerintah daerah. Salah satunya dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Berkah Soka Mandiri dari Sokaraja Kulon, Banyumas.
Green Prosa bertugas melakukan pendampingan untuk pengelolaan sampah organik di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Sokaraja Kulon. Hasilnya, proyek kerja sama ini berhasil mengelola 50 persen dari total timbunan sampah organik di TPST tersebut.
Green Prosa juga mendapat bantuan dari pemerintah Banyumas lewat pemberian tempat pengolahan bubur sampah dengan maggot sebelum dikirim ke TPST. Bermula hanya dengan mengolah sampah di sekitar lingkungan tempat tinggalnya, kini Green Prosa mampu mengolah 5 ton sampah yang berasal dari 5.500 rumah dan 72 instansi pemerintah di kecamatan Sumbang dan Sokaraja setiap harinya.
Bukan hanya berguna untuk mengurai sampah organik, maggot juga bernilai ekonomis. Alumni Teknik Geodesi dan Geometika Institut Teknologi Bandung ini mengungkapkan produk akhir dari pengolahan sampah organik tersebut berupa maggot hidup, maggot kering, dan pupuk organik yang biasa dikenal dengan sebutan kasgot (bekas maggot). Nah, maggot hidup ini bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak.
“Kita semua tahu bahwa harga pelet sekarang tergolong tinggi mencapai kisaran Rp 13.000-Rp 14.000 per kilogram. Maggot basah dijual dengan harga Rp 5.000-Rp 6.000 per kilogram, sehingga sangat membantu petani budidaya ikan,” ungkap Arky dikutip dari Antara.
Sementara itu, maggot kering memiliki nilai jual cukup tinggi dan potensial untuk dipasarkan ke sejumlah negara dengan harga jual berkisar Rp 40.000-Rp 50.000 per kilogram. Sebagai penggerak program sistem konversi limbah organik untuk menciptakan ketahanan pangan di daerahnya, Arky bersama Green Prosa pun mendapatkan apresiasi, salah satunya dari program Astra bertajuk ‘Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards’ sebagai sosok muda inspiratif penerima apresiasi Bidang Lingkungan tahun 2021. (Beben Suganda)