Oleh: Dr. Abdul RohimTualeka, M.Kes
(Dosen dan penulis buku PAK, Manajemen Risiko, Ketua Program Studi S2 Kesehatan dan Keselamatan Kerja FKM Universitas Airlangga)
Ibarat menghitung hari, judul lagu yang pernah dipopulerkan Krisdayanti, nasib para artis Indonesia, sakit dan meninggal karena penyakit akibat kerja (PAK) dan hubungan kerja. Komedian Eko, mantan pelawak Srimulat sudah lama sakit, menderita diabetes baru meninggal. Yulia Peres, si pedangdut kondang penuh sensasi saat ini berbaring sakit berat akibat kanker, seolah-olah sedang menunggu kematiannya.
Januari 2017, Oon Project Pop meninggal karena komplikasi jantung, ginjal, liver dan diabetes. Tahun 2016 beberapa artis muda harus meninggal dunia seperti Mike Mohede karena seranga jantung, Irene Justine karena serangan jantung, Budi Anduk meninggal karena paru-paru basah, Shinta Muin karena sakit maag yang dideritanya, Edy Silitongan meninggal karena komplikasi jantung dan diabetes, janauari Christy karena penyakit jantung, paru-paru dan asma. Hendrik Ceper meninggalkan putrinya baru berusia 1 tahun karena gangguan pada jantung setelah koma 10 hari, Deddy Dores meninggal karena serangan jantung. Sebelumnya, tahun 2015 Indonesia dikejutkan dengan sakit dan meninggalnya artis kondang dan masih muda Olga Syahputra.
Terdapat juga artis yang harus berjibakutai dengan peran yang menantang. Salah-salah nyawa bisa melayang. Karena tantangan, beratnya pekerjaan dan stress dalam kerja ada sebagian artis berusaha menghindar dari stress dengan menggunakan narkoba. Ridho Rhoma misalnya, si pangeran dangdut raja dangdut Rhoma Irama baru saja ditangkap polisi karena terindikasi menggunakan narkoba. Sederet artis yang pernah terkait dengan narkoba seperti Ria irawan, Roy Marten, Sheila Marcia, Jennifer Dunn, Achmad Albar, Sammy “Kerispatih”, Faris RM.
Singkat kata, pekerjaan artis penuh risiko untuk terjadi PAK. Bukan risiko kecil tetapi risiko tinggi. Risiko untuk sakit berat. Risiko untuk meninggal. Risiko untuk tertangkap polisi karena terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Banyak pekerjaan yang penuh dengan risiko, tentu yang harus dipilih adalah risiko kecil. Imbalan yang diperoleh artis memang besar, namun ibarat risiko yang berasal dari bahasa Inggris “risk” yang merupakan padanan dari bahasa Arab “rizq” artinya rizki dalam bahasa Indonesia maka risiko yang dihadapi juga besar. Tentu, yang diharapkan adalah bagaimana pekerjaan itu berisiko kecil tetapi dengan rizki yang besar. Atau pekerjaan itu berisiko dengan rizki besar juga namun seiring dengan pengendalian risikonya yang jelas. Yang terakhir inilah yang harus dipikirkan oleh para artis-artis Indonesia saat ini, sehingga tidak mengecilkan nyali calon-calon artis. Karena bagaimanapun, artis, seni itu sangat penting dalam kehidupan, untuk memberikan kelembutan pada dunia.
MANAJER RISIKO ARTIS
Kita sering mendengar, para artis ini dan itu memiliki manajer. Tanti, manajer artis Ridho Rhoma misalanya sempat tidak percaya dengan kejadian itu. Para artis lain yang kesandung narkoba, yang telah meninggal tentu sebagian besar memiliki manajer. Namun, yang harus dipersoalkan adalah peran para manajer artis di Indonesia. Kalau manajer artis hanya sekedar mendapat keuntungan finansial dari sang artis, dan dalam perjalanannya artis akhirnya terlibat kasus ataupun sakit, dan akhirnya meninggal dalam menjalankan pekerjannya. Maka, peran para manajer artis ini lebih terkesan hanya mengeksploitasi pekerjaan para artis. Tanpa memikirkan kesehatan dan keselamatan kerja para artis.
Karena tingginya risiko pekerjaan para artis, maka manajer artis tidak boleh hanya sebagai entertainer belaka yang hanya menangani acara-acara artisnya. Tetapi juga, harus mengetahui risiko dari setiap pekerjaan yang akan dilakukan oleh artisnya. Para manajer artis harus memiliki dokumen analisis risiko artis yang dikelolanya, yang berisi penilaian risiko (risk assessment), manajemen risiko (risk management) dan komunikasi risiko (risk communication). Penilaian risiko berisi lokasi, kegiatan, bahaya, risiko dan tingkat risiko dari artis yang ditangani. Risiko antara lain risiko PAK, risiko meninggal dalam pekerjaan, risiko terjerat narkoba. Manajemen risiko berisi pengendalian risiko yang harus dilakukan setelah menilai kelayakannya dari aspek peraturan yang berlaku terkait pekerjaan itu, dari aspek finansial dan kondisi sosial artis. Semua aspek itu harus dikomunikasikan dan mendapat persetujuan dari artisnya sebelum pekerjaan dilaksanakan.
Para artis yang selama ini melakukan pekerjaan kejar tayang, harus bekerja keras setiap hari dari malam sampai pagi hari demi sebuah sinetron yang harus tayang setiap hari, berisiko tinggi untuk terjadi PAK. Mereka harus bekerja tidak sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Sudah dipahami bahwa siang hari digunakan untuk bekerja, dan malam hari digunakan untuk beristirahat. Sehingga, pada malam hari seharusnya harus istirahat karena pada jam-jam tersebut bekerja detoksifikasi toksin dalam tubuh. Detoksifikasi pada kelenjar getah bening jam 21.00-23.00, pada hati jam 23.00-01.00, pada empedu jam 01.00-03.00, pada paru-paru jam 03.00-05.00. Bila melanggar jam-jam kerja detoksifikasi tersebut maka tunggulah PAK akan muncul seperti penurunan sistem kekebalan tubuh karena gangguan pada kelenjar getah bening; diabetes, kanker,jantung dan lain-lain karena detoksifikasi jam 23.00-05.00 tidak berjalan, seperti dialami para artis-artis yag sakit maupun yang meninggal di atas. Mereka yang memiliki bakat diabetes, kanker tentu memiliki risiko yang lebih tinggi lagi. Beratnya beban kerja juga membuat mereka melakukan pelarian dengan mengkonsumsi narkoba.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. yang menangani pekerja harus mengontrol pelaksanaan analisis risiko tersebut, harus mengontrol pekerjaan para manajer artis. Selama ini, seperti melepas tangan, tidak ada kebijakan dari pemerintah terkait pekerjaan para pekerja seni ini. Sehingga, kasus-kasus yang menimpa para artis terus muncul, mulai terjerat kasus narkoba, sakit dan meninggal karena terkait dengan PAK keartisan. Dengan kondisi seperti ini Indonesia akan terus kehilangan para artis berbakat, yang kehadirannya sangat diharapkan dapat melembutkan hati negeri ini dengan peran-peran yang ditampilkan.(*)