Bengkulu – Dosen Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Edytiawarman S.H., M.Hum., dan Dimas Dwi Arso , S.H., M.H mengadakan penyuluhan hukum mengenai Problematika Kepemilikan Hak Atas Tanah di Desa Tapak Gedung, Kecamatan Tebat Karai, Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu. Senin (15/7/2024)
Kegiatan Sosialisasi hukum turut hadir Dekan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Dr. M. Yamani, S.H., M.Hum dan Koordinator Kerjasama, Stevri Iskandar, S.H., M.H. dan seluruh perangkat desa Tapak Gedung.
Dalam kesempatan ini, pemateri Edytiawarman S.H., M.Hum. menyampaikan bahwa kepemilikan hak atas tanah harus dibuktikan dengan bukti kepemilikan hak, berupa sertifikat hak atas tanah. Contohnya: Sertifikat Hak Milik, Sertifikat hak guna bangunan, sertifikat hak guna usaha dan hak-hak lainnya.
“Dengan adanya sertifikat yang dimiliki oleh warga, maka akan memberikan suatu rasa aman bagi pemiliknya dan memberikan suatu kepastian hukum.” Ujarnya.
Kepemilikan hak atas tanah sifatnya adalah absolut bagi pemiliknya, dan sifatnya bisa relatif apabila tanah tersebut dialihkan kepada orang lain akibat jual beli, warisan, hibah, wakaf. Peralihan hak atas tanah ini harus didaftarkan, agar pemilik yang baru memperoleh sertifikat baru sebagai alat bukti kepemilikan haknya.
Selain itu, tujuan sosialiasi ini adalah untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya sertifikat hak atas tanah dalam menjamin suatu kepastian hukum terhadap kepemilikan hak sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 24 Tahun 2997 yang telah diperbaharui melalui PP No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Saat ini, telah ada perubahan dalam peraturan tentang pendaftaran tanah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. PP ini menyatukan (omnibus law), mengharmoniskan, mensinkronkan, memperbarui, dan mencabut ketentuan yang sudah tidak relevan berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, antara lain PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan PP Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, serta beberapa pengaturan mengenai penguatan Hak Pengelolaan, serta memperbarui ketentuan PP Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara.
lebih lanjut Selain itu, PP ini juga mengatur kebijakan baru terkait pemberian hak pada Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah. Dalam Praktik, pengakuan kepemilikan hak atas tanah meliputi : tanah belum terdaftar, jual beli tanah, tanah warisan, hibah, wakaf tanah, dan tanah terlantar. Pendaftaran tanah penting untuk dilakukan, sebab pendaftaran tanah adalah solusi yang harus dilakukan apabila seseorang mengakui kepemilikan hak atas tanah.
Pendaftaran tanah dilakukan ke Kantor Badan Pertanahan Kota atau Kabupaten. Dengan didaftarkan kepemilikan hak atas tanah, pengakuan hak atas tanah akan memperoleh sertifikat hak atas tanah. Sertifikat hak atas tanah yang dimiliki akan memberikan suatu kepastian hukum bagi pemiliknya yang sah.
Menutup sosialisasi Pemateri mengatakan dengan adanya sosialiasi ini, “diharapkan masyarakat di Tapak Gedung memahami tentang problematika kepemilikan hak atas tanah dan pengetahuannya tentang hukum pertanahan semakin meningkat agar kedepannya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.” tutup pemateri