Oleh: Amien Rais
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamien. Pilkada DKI putaran ke 2 telah usai. Berdasar quick count bbrp lembaga survei, Anies Baswedan-Sandiaga Uno keluar sbg pemenang dg selisih suara cukup meyakinkan. Berdasar pengalaman dari semua pileg, pilpres, dan pilkada, perhitungan manual KPU/KPUD akhirnya selalu cocok dg quick count.
Para pendukung Anies-Sandiaga, bersyukurlah pd Allah SWT, namun jangan longgarkan kewaspadaan. Terus awasi perjalanan kotak suara, cocokkan dg hasil per TPS yg sudah dimiliki agar tak terjadi kecurangan. Jangan lengah sekejap pun. Sampai pengumuman resmi KPUD DKI.
Kita semua harus waspada thd kelompok manusia yg halalkan segala cara. Bisa saja mereka bermata gelap, membuat keributan dg segala macam bentuk karena malu, marah, kecewa, geram, panik, dan kehilangan akal waras. Tetapi saya yakin, ini hanya kekhawatiran belaka, karena melihat pelanggaran masif dari pendukung salah satu calon sebelum hari H pemilihan.
Pelajaran terpenting dari kemenangan Anies dan Sandi dan kekalahan Ahok-Djarot adalah bahwa kehendak Allah SWT tak mungkin diungguli dg cara apa pun. Bila Allah SWT sdh berkehendak utk mencabut kekuasaan dari seorang manusia, maka uang, ancaman moncong bedil, iming-iming keduniaan yg hampa makna, pemasaran fitnah keji secara sistematik dan sebagainya pasti berakhir sia-sia.
Alquran menggambarkan perbuatan orang-orang yg tak percaya Tuhan dg sebuah permisalan. Orang-orang kafir selalu melihat tujuan “perjuangan” mereka bagaikan orang haus melihat fatamorgana. Ketika berhasil mendekat fatamorgana itu, ternyata mereka hanya mendapati angan-angan kosong. Ternyata mereka telah menipu diri sendiri. Dan yg menakutkan adalah bahwa Tuhan akan membuat perhitungan adil dan memberikan hukuman setimpal pada manusia-manusia kafir itu kelak di hari akhir. Dan Allah Mahateliti dlm membuat perhitungan (Alquran 24: 39).
Kedua, Pemerintah Jokowi kini menghadapi dua pilihan. Pilihan pertama, menerima keputusan rakyat Jakarta dg ikhlas dan legawa. Sekalipun mungkin tak sesuai dg harapan Bung Jokowi. Segera hentikan pembiaran kriminalisasi ulama dan umat Islam yg mungkin akan terus terjadi. Pilihan kedua, ikut kaget dan marah dan menyusun langkah-langkah retaliasi (memukul balik) secara hantam-kromo. Tangan-tangan kotor itu cukup banyak di tengah masyarakat kita yg sudah didera dg kebejatan akhlak.
Pilihan kedua ini otomatis akan menghancurkan demokrasi yg sudah susah payah kita bangun bersama. Saya tak berani meramalkan apa yg akan terjadi bila seandainya pilihan rakyat Jakarta yg sah sesah-sahnya akan diacak-acak lewat kekuasaan. Semoga tidak.
Pilihan pertama tentu lebih baik, lebih anggun dan cocok sepenuhnya dg mekanisme dan moral demokrasi. Ratusan berita hoax, ribuan tulisan dan ujaran kebencian yg dilancarkan di media sosial, yg sempat memecah belah masyarakat Indonesia, sebaiknya segera diakhiri. Ratusan cyber troops yg digaji utk memproduksi penjungkirbalikan fakta, utk menghina beberapa tokoh yg tak disukai, dan dg enteng memasyarakatkan fitnah keji, seyogianya segera dihentikan.
Carikanlah pekerjaan yg halal dan penuh berkah buat mereka. Pekerjaan yg menghadirkan maslahah dunia dan akhirat. Kreativitas yg selama ini digunakan utk memproduksi informasi //hoax//, ungkapan-ungkapan kasar dan keji dan membingungkan masyarakat, arahkan ke hal-hal positif. Kreativitas itu dpt dikembangkan di berbagai bidang yg menghasilkan rezeki halal.
Ketiga, khusus utk tokoh-tokoh Muslim yg membela Ahok dari yg samar-samar sampai yg membuat umat Islam tercengang-cengang, saya sampaikan imbauan sederhana. Mari kita kubur silang-sengketa di antara kita yg hampir membelah umat Islam Indonesia gara-gara hasil ijtihad berbeda mengenai posisi Ahok di mata agama kita. Perjuangan UII (umat Islam Indonesia) di republik yg kita cintai bersama ini masih panjang. Utk mengangkat posisi UII supaya tak jadi warga negara kelas dua secara permanen, memerlukan stamina dan kekuatan ukhuwah prima.
Khusus buat para penggerak Aksi Bela Islam dan jutaan alumninya, doa kita agar si penista agama yg hampir berhasil memorak-porandakan UII agar dikenakan hukum yg adil insya Allah juga akan terkabul. Para ulama dan habaib yg telah berhasil membangunkan kesadaran UII utk mencintai agamanya dan memberi contoh pada anak-anak bangsa bahwa Islam mengajarkan salam, perdamaian, kerukunan, saling menghargai, dan tasamuh (saling toleransi) telah membawa hasil.Bersatu-padulah kembali, kami yg tua-tua akan mengikuti antum semua. Jangan mau dipecah-belah.
Nasihat Pak Natsir, perdana menteri ke-5 Indonesia, tokoh Islam internasional, tokoh Masyumi, dan pahlawan nasional, ada baiknya kita simak bersama. Almarhum pernah menasihati tokoh-tokoh Islam bahwa memperjuangkan kebenaran sesuai tuntunan Islam itu ibarat berjalan jauh. Berjalan jauh menuju cita-cita luhur kemerdekaan Indonesia.
Nah, dlm berjalan jauh itu, kekuatan lutut kita masing-masing berbeda-beda. Ada yg baru berjalan 3 km sudah lelah, lantas mengundurkan diri. Ada yg sudah setengah jalan, lututnya mulai kejang-kejang, juga mengundurkan diri. Bahkan ada yg sudah tiga perempat perjalanan juga pamit karena tidak tahan lagi. Namun yang penting, kata Pak Natsir, kafilah UII terus saja berjalan, karena pertolongan Allah SWT pasti datang.
Keempat, demokrasi kita sejatinya sudah rusak berat dg politik uang. Politik uang di negeri kita justru paling marak pd zaman pascareformasi. Sampai ada sejumlah anak bangsa yg percaya pd keuangan yg mahadigdaya.
Mungkin juga ini gejala global. Di Amerika sendiri banyak kalangan yg menilai demokrasi di sana telah menjadi dolarokrasi. Dolar sudah jadi penentu segalanya. Pilpres 2012, misalnya, memerlukan dana kampanye sebesar 10 miliar dolar atau sekitar 135 triliun rupiah. Kekuatan uang di Amerika juga telah menghasilkan Donald Trump yg kepreman-premanan.
Alhamdulillah, Pilkada DKI 2017 telah memandulkan politik rupiah atau rupiatokrasi. Bagi-bagi uang berlebihan, bagi-bagi kursi roda, bagi-bagi sembako siang-malam, terbukti tak mempan mengubah pikiran waras sebagian besar penduduk Jakarta. Pameo masyarakat mengatakan uang haram utk membeli suara itu bagaikan uang jin dimakan gendoruwo. Dus, sia-sia.
Akhirnya mari kita bersama Anies-Sandiaga membuka lembaran baru kehidupan Ibu Kota yg lebih manusiawi; hindari arogansi kosong; sayangi rakyat kecil yg merupakan mayoritas penduduk Jakarta; jangan pernah mengumpat dg kata-kata kotor; apalagi pd rakyat kecil. Merekalah, rakyat kecil itu, yg paling besar andilnya dlm kehidupan setiap bangsa dan negara. Bekerjalah terutama buat mereka. Bukan utk konglomerat atau korporatokrat yg umumnya tega menyaksikan derita rakyat.
Tak lupa saya ucapkan mabruk, congratulations, selamat, pd Mas Prabowo yg terbukti tepat dan bijak menentukan paket Anies-Sandiaga. Yg membawa kemenangan bagi kita semua. Insya Allah mereka dpt memulai melakukan perubahan-perubahan segar di berbagai bidang kehidupan rakyat Jakarta.
Saya lantas ingat sebuah nyanyian kepanduan internasional yg juga dinyanyikan pandu Hizbul Wathan Surakarta, ketika saya masih muda. Sambil mengelilingi api unggun kami bersama menyanyikan bravo, bravo, bravo bravissimo bravo, bravo, very well done… dst. Kira-kira makna yg tersirat adalah kita harus terus berani dan terus berani, menghadapi tantangan di masa depan. Bravo, Mas Prabowo.
Namun bagi setiap orang beriman, tak ada yg melebihi indahnya ungkapan rasa syukur kita pada Allah SWT, yakni alhamdulillahi Rabbil ‘Alamien.
(Republika, Kamis , 20 April 2017, 04:32 WIB) Amien Rais, Mantan Ketua MPR