MEDIAHARAPAN.COM, Jakarta – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS] mengapreasiasi kinerja aparat Kepolisian dalam penanganan peristiwa 21-22 Mei 2019.
“Kami memahami bahwa pengungkapan fakta kebenaran dan penegakan hukum oleh aparat Kepolisian masih dalam proses,” kata Koordinator KontraS Yanti Andriyani dalam keterangan persnya, Jakarta, Rabu (13/6/2019).
Namun, lanjut Yanti, mengingat peristiwa ini merupakan peristiwa besar ‘yang menjadi pusat perhatian publik dan terdapat dugaan adanya pelanggaran hukum serta hak asasi manusia. Maka KontraS memandang perlu menyikapi press release Polri tentang ”Perkembangan Kerusuhan 21-22 Mei 2019” pada 11 Juni 2019, disampaikan dikantor Kemenkopolhukam.
KontraS menyayangkan Polri menyebutkan 9 orang korban tewas sebagai orang-orang yang diduga perusuh. Tetapi tidak menjelaskan lebih detail peran dan keterlibatan mereka sebagai perusuh, pelaku penembakan, penyebab kematian dan hasil rekontruksi TKP, uji balistik dan bukti-bukti lain.
“Tanpa penjelasan tersebut, maka, kesimpulan tersebut bisa memunculkan asumsi di publik terkait dengan pelaku penembakan,” katanya.
Yanti mengatakan Polri menyebutkan bahwa personil aparat kepolisian tidak menggunakan peluru tajam. Sementara, didalam peristiwa terdapat 8 orang tewas karena tertembak (ditembak). Bahkan di antaranya, terdapat 3 orang korban tewas yang masih anak dibawah umur; Reyhan (16 tahun), Widianto Rizki Ramadan (17 tahun), Harun (15 tahun). Temuan lain, Adam Nurian (19 tahun) salah seorang korban, tewas terkena tembakan dalam perjalanan pulang setelah menolong seseorang yang terjatuh.
Polri juga tidak menjelaskan terkait prokyetil yang ditemukan di tubuh korban dan TKP serta lokasi arah tembakan yang mengakibatkan korban tewas dan luka.
“Adanya korban dalam peristiwa ini seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengusut lebih dalam aktor-aktor yang terlibat dan bertanggungjawab,” tegasnya.
Menurut Yanti, rilis Polri atas Peristiwa kerusuhan 21 22 Mei tersebut semakin membuat bias informasi yang dapat memperuncing polarisasi dan dikotomi yang membelah masyarakat dalam kedua kubu pendukung 01 dan 02. Selain itu, proses penegakan hukum ini juga terlihat timpang.
“Penyampaian oleh Polri seharusnya menunjukkan independensi dan akuntabilitas sehingga tidak memunculkan bias informasi,” ucapnya.
Yanti menegaskan aparat kepolisian juga harus terbuka terkait Pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dilakukan oleh personilnya atau oleh siapa pun yang diduga ikut bertanggungjawab baik karena tindakan langsung maupun akibat dari pembiaran.
“Tidak boleh ada impunitas dalam penegakan hukum. Kami menemukan informasi bahwa ada peserta aksi yang menjadi korban salah tangkap, mengalami kekerasan,” ujarnya.
Polri sebelumnya telah mengafirmasi bahwa Video tersebut benar menunjukan perlakuan anggota polisi terhadap seorang peserta aksi, namun sampai saat ini belum ada keterangan lebih lanjut mengenai proses hukum terhadap anggota kepolisian yang terlibat dalam pengeroyokan tersebut.
“Kontras juga menemukan adanya pembatasan akses terhadap saksi maupun tersangka. Berdasarkan pengaduan yang kami terima, orang-orang yang ditangkap kesulitan dalam bertemu dengan keluarganya. Selain itu tidak mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum/advokat. Hal ini bertentangan dengan Pasal 60 KUHAP, di mana setiap tersangka berhak untuk menerima kunjungan dari keluarganya,” ungkapnya.
Memahami kondisi tersebut, KontraS mendesak Presiden ]oko Widodo, sebagai kepala Negara harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Pembentukan Tim Pencari Fakta untuk mengusut peristiwa dan menemukan aktor-aktor yang bertanggungjawab dan terlibat dalam peristiwa ini menjadi indikator penting untuk mengukur sejauhmana pemerintahan Jokowi mengedepankan penegakan supremasi hukum dan hak asasi manusia,” jelas Yanti.
KontraS juga mendesak Lembaga negara, seperti Komnas HAM, Ombudsman RI, LPSK, Komnas Perempuan, KPAI agar lebih proaktif berperan dan menjalankan tanggungjawabnya terhadap penanganan peristiwa ini.
“Publik menunggu laporan hasil temuan dari lembaga-lembaga negara tersebut,” tandasnya. (bilal)