MEDIAHARAPAN.COM, Jakarta – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengaku heran dengan perilaku warga net yang senang bersengketa di media sosial.
Pasalnya, kata Lukman, bermedia sosial sejatinya adalah kebutuhan mendasar manusia untuk membangun relasi, membutuhkan informasi, bantuan, kerjasama dan lain sebagainya.
“Maka menjadi aneh, kalau kita bermedia sosial malah menjadi konflik, karena bertentangan dengan kebutuhan dasar kita sendiri,” kata Lukman saat berbicara dalam ‘Pelatihan Literasi Informasi Bagi Generasi Milenial’ di Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Menurut Lukman, pemicu konflik manusia di media sosial akarnya adalah emosi amarah. Sebab, emosi dapat menutupi alam bawah sadar seseorang, hingga menjauhkannya dari kebutuhan mendasar untuk membangun relasi dan pertemanan seluas-luasnya.
“Artinya saat kita konflik, kita mengingkari dua hal tadi, konflik itu terjadi karena kita manusia, makhluk terbatas dalam mewujudkan sikap kita. Boleh jadi kita lebih dikendalikan oleh syahwat kita, hawa nafsu kita, jadi lost control,” ungkapnya.
Oleh karena itu, katanya lagi, alasan semua agama terutama Islam, memiliki esensi mengendalikan hawa nafsu. “Itulah kenapa Rasul menjelaskan bahwa musuh kita ada di dalam diri kita sendiri,” katanya.
Sebab itu pula, sambungnya, puasa dan shalat disyariatkan di Islam. Karena shalat dapat mencegah seseorang dari perbuatan fahsya’ (keji) dan munkar.
“Haji apalagi, kita dilarang merusak tanaman. Esensinya mengendalikan hawa nafsu,” tuturnya.
Lukman menyarankan agar menyikapi informasi dikembalikan kepada esensinya.
Bermedia sosial jangan mudah sensitif perasaannya, mencintai dan membenci sesuatu menjadi berlebihan.
“Bermedia sosial juga jangan mudha baper, mencintai sesuatu jangan over, membenci sesuatu juga jangan over,” katanya.
Tujuan Bermedia Sosial
Lukman mengatakan tujuan utama bermedia sosial adalah mengajarkan dan menebar kebaikan serta manfaat kepada manusia.
“Medsos adalah tools atau alat menebarkan kebajikan dan manfaat seluas-luasnya,” ucapnya.
Tujuan bermedia sosial juga untuk menambah kapasitas diri, di media sosial begitu banyak orang pintar.
“Jadikan medsos sebagai sekolah kedua kita, karena banyak ilmu bertebaran di media sosial,” ujarnya.
Kendati demikian, Lukman juga mewanti-wanti agar mencari ilmu dan informasi di media sosial harus selektif dan hati-hati. Sehingga, warga net terhindar dari ilmu yang bermasalah dan informasi yang salah.
“Kita harus cermat, harus melakukan verifikasi informasi,” katanya.
Lukman mengutip perkataan Imam Ibnu Sirrin bahwa hakikat agama adalah ilmu agama itu sendiri. Tidak bisa menjalankan agama tanpa ilmu, sehingga seseorang harus perhatikan dari mana ia mendapatkan ilmu.
“Konteks perkataan Ibnu Sirrin bisa diperluas termasuk untuk media sosial, karena ilmu itu juga informasi. Maka kita juga haru melihat kapasitas orang yang berbicara, apakah bisa dipercaya,” lontarnya.
Lebih dari itu, imbuh Lukman, tradisi keilmuan Islam, sangat memperhatikan sanad (persambungan riwayat) agar ilmu terjaga otentisitasnya.
“Ulama hadist concern pada konten dan jalur periwayatnya (sanad), dua hal itu diteliti secara seksama,” katanya. (bilal)