Oleh: Ikhsan Tualeka
Dalam situasi dilanda wabah virus saat ini, kita tak tahu status kesehatan orang lain, termasuk diri kita sendiri. Artinya kita berpotensi ditulari virus oleh orang lain, atau sebaliknya.
Masa inkubasi Covid-19 itu bisa lebih dari 14 hari, jadi dalam interval itu bisa jadi seseorang telah terpapar dari daerah terjangkit, tapi belum menunjukan gejala fisik atau tidak teridentifikasi secara medis, dan akhirnya menularkan saat ada dalam kerumunan atau saat saling bersentuhan.
Makanya itu kenapa perlu ada ‘social distancing’ terutama bagi orang yang baru bepergian dari daerah terpapar. Ini penting karena masalahnya sampai sekarang semua orang masih bisa bepergian di tanah air tanpa batasan, dan nyaris tanpa pengawasan, siapa yang dapat pastikan semua yang datang dan pergi itu bebas Covid-19?
Jadi kalau belum ada temuan suspect di satu kota atau daerah saat ini, bukan berarti wilayah itu bersih atau clean and clear dari Covid-19. Sehingga ikhtiar atau jaga diri jauh lebih baik.
Hal ini yang masih kurang dipahami, padahal banyak suspect Covid-19 tanpa gejala. Dapat dibayangkan kondisi memburuk dan tak terkendali kalau akhirnya pola interaksi dalam kerumanan tidak diatur, lantas suspect bisa bersentuhan dengan siapa saja dan kemudian (semoga tak terjadi) banyak orang terpapar dalam rentang waktu yang sama.
Sementara jumlah RS yang representatif tak banyak, termasuk fasilitas kesehatan dan pelindung tenaga medis atau alat pelundung diri (APD) yang kurang. Bisa kebayang bagaimana kondisinya jika pasien tetiba membludak? Akan ada banyak orang yang tidak tertangani, dan ini kondisi yang sebenaranya paling dikhawatirkan.
Makanya sekalipun menuai perdebatan, larangan untuk sementara waktu tidak ke tempat ibadah perlu diikuti oleh warga. Hampir semua argumen yang melarang sementara kegiatan masal di tempat ibadah (jumatan, kebaktian, misa, dll) itu lebih karena ikhtiar dan mencegah covid-19 tidak merebak atau berpindah ke lebih banyak orang. Bukan karena takut Covid-19 dibandingkan takut pada Tuhan, tapi ikhtiar itu jauh lebih penting untuk kemaslahatan bersama.
Kondisi cuek dan tak peduli sebagian masyarakat di tanah air saat ini, hampir sama dengan di Jakarta 2 minggu lalu. Dampaknya, lihat saja apa yang terjadi, ketika ada satu saja suspect, dengan cepat virus merebak, bahkan kini Indonesia jauh lebih tinggi termasuk dalam konteks perbandingan antara jumlah suspect dengan tingkat kematian.
Artinya pula, kalau kita masih saja kurang awareness dan tak mau ikhtiar, lalu ada suspect di kota atau tempat kita tinggal, dua minggu setelahnya kondisi mungkin akan sangat mengkhawatirkan. Semoga bisa dipahami bersama dengan sebisa mungkin membatasi interaksi langsung dengan orang-orang, terutama yang baru datang dari luar daerah.
Sementara itu yang baru pulang bepergian dari daerah terjangkit untuk punya kesadaran melakukan isolasi mandiri di rumah paling tidak 14 hari, atau jangan mau bersentuhan atau menjaga jarak setidaknya 1,5 meter dari orang lain. Patuhi semua protokol kesehatan dan antisipasi Covid-19 yang telah ditetapkan oleh otoritas terkait.
Mari kita jadi bagian dari solusi dengan memutus matarantai penyebaran atau pandemi Covid-19 dengan menjaga jarak dengan orang lain, dan bila tak ada aktivitas yang berarti, lebih baik di rumah saja, baca buku atau kegiatan lain yang positif. Tak kalah penting adalah selalu jaga imun tubuh; istirahat yang cukup, rutin olah raga, konsumsi air putih dan makanan bergizi.
Penulis adalah Founder IndoEast Network