Wahana Muda Indonesia Baru (WMI) merasa terpanggil untuk kembali mengenang momentum Gempa dan tsunami Aceh yang terjadi 12 Tahun lalu. Karena Gempa dan Tsunami Aceh inilah yang menjadi inspirasi dan menggerakan kami untuk membuat WMI. Kita harus banyak belajar untuk mitigasi bencana, mengadapi situasi emergency dan proses recovery dari bencana.
Berikut rangkaian peristiwa dari tragedi Ahad, 26 Desember 2004 di provinsi paling barat di Indonesia tersebut kami sadur dari http://www.republika.co.id :
Berawal dari gempa bumi hebat di sebelah barat daya Samudera Hindia pada Ahad (26/12) pagi. Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat, tumbrukan lempeng bumi di dasar laut, terjadi sekitar pukul 07:58 WIB.
Getaran gempa tersebut, sebagai salah satu guncangan bumi paling hebat yang pernah tercatat oleh ahli kegempaan. Gempa bumi mencapai antara 9,1 sampai 9,3 skala richter dengan kedalaman tak lebih dari 10 kilo meter di dasar Samudera Hindia.
Guncangan tersebut, di rasakan hampir di semua negara Asia Tenggara (ASEAN). Bahkan sampai di beberapa negara-negara pinggir laut timur, Benua Afrika. Masyarakat di daratan Indonesia bagian barat, menjadi yang paling merasakan. Dan Aceh, merupakan titik terparah.
Gempa pagi tersebut, menghamburkan seluruh masyarakat Aceh keluar rumah. Kerusakan dari dampak gempa sudah tampak dengan rubuhnya rumah-rumah warga. Beberapa jalanan aspal di kota-kota provinsi tersebut, merekah. Puluhan gedung hancur terutama di Meulaboh dan Banda Aceh.
Kepanikan warga pun terjadi. Ketika itu, belum adanya peringatan bahaya tsunami. Kondisi itu membuat warga tak mengerti babak selanjutnya dari gempa bumi. Tak sampai 30 menit usai guncangan hebat, persisnya pada 08.20 WIB, air laut mulai naik dan tumpah ke daratan. Tsunami menjadi penyebab utama ratusan ribu korban jiwa. Bangunan, mobil dan seluruh isi rumah tersapu gelombang hebat.
Majalah di internal Kementerian Ener6i dan Sumber Daya Alan (Kemen ESDM) Geo Magz edisi 31 Desember 2004 mencatat, usai gempa, air laut barat daya setinggi antara 10 sampai 30 meter, tumpah dan menyapu seluruh daratan Aceh bagian barat. Di beberapa wilayah kecepatan air mencapai 500 kilo meter per jam.
Gempa dan tsunami, melumpuhkan total bumi Serambi Mekkah. Saluran komunikasi terputus. Status darurat bencana diundangkan sendiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, menjelang pukul 10.00 WIB. Ketika itu, pendamping Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono tersebut, menghadiri Halal Bi Halal usai Idul Fitri 2004, di Istora Senayan Jakarta.
Laporan gempa dan tsunami Aceh menjadi pantauan di markas besar Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York. Pada Ahad (26/12) malam, Sekertaris Jenderal (Sekjen) PBB Koffi Annan, ketika itu mengumumkan belasungkawanya terhadap masyarakat Indonesia dan negara-negara sekitar yang juga mengalami dampak.
Dalam pernyataan langsungnya, Annan mengatakan, gempa dan tsunami Aceh sebagai salah satu bencana alam terbesar yang pernah menimpa peradaban manusia. Dampaknya yang meluas ke 14 negara, mendesak negara-negara anggota PBB lainnya, mengirimkan segala macam bentuk bantuan pangan dan obat-obatan. Termasuk armada dan pasukan militer agar difungsikan sebagai relawan.