Oleh: Iswandi Syahputra
Tahun 2010 almarhum Jupe pernah diusung sejumlah partai politik menjadi Bupati Pacitan, Jawa Timur. Saat itu Pak Jokowi dan Ahok belum muncul sebagai tokoh nasional. Sebagai selebritis dengan gaya hidup glamour dan penampilan sedikit seronok, Jupe menjadi kontroversial nasional saat itu. Perdebatan publik kemudian mengkerucut pada gagasan:
“Lebih baik memilih selebritis seronok menjadi pemimpin tapi tidak korupsi. Daripada memilih memilih pemimpin politisi yang korup“.
Pandangan ini berdasar pada prinsip tampilan seronok bisa diubah apalagi bila sudah menjabat dan tidak berdampak pada kerugian publik dan rusaknya sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbeda dengan koruptor, yang merugikan publik dan dapat merusak sendi pembangunan bangsa dan negara.
Saya melihat fenomena Jupe saat itu semacam refleksi keputusasaan sosial karena akutnya penyakit korupsi yang melilit tubuh bangsa. Di sisi lain, saya melihat fenomena tersebut juga bagian dari strategi membangun budaya baru dalam sistem politik Indonesia. Kira-kira begini, tampil seksi itu urusan privat. Kalau ada yang terganggu dengan penampilan seksi itu urusan masing-masing.
Sama halnya orang berbikini di pantai, kalau ada yang terstimulasi mungkin karena pengaruh fantasi negatif. Beda halnya dengan korupsi yang berdampak pada penyelenggaraan negara yang merugikan publik. Karena itu korupsi adalah urusan publik. Karena urusan penampilan seksi ini urusan privat, saya tidak ingin membahasnya untuk menghindari intervensi pada ruang fantasi privasi kita masing-masing.
Yang menarik bagi saya dari sosok Jupe dalam fenomena itu adalah keberaniannya mengambil jalan dan berperan dalam usaha meletakkan budaya baru politik Indonesia. Sayang, mungkin Jupe tidak masuk dalam ‘skema’ yang harus dikawal, dijaga dan dibela menjadi tokoh. Sehingga keberaniannya terhenti cuma pada wacana saja. Jika saat itu Jupe ditopang oleh skema khusus dan ditangani oleh tim khusus, niscaya ketokohannya bisa setara dengan Ahok atau setidaknya bersinar seperti Dik Afi saat ini.
Sisi lain yang menarik dari Jupe yang saya rasakan adalah penghormatannya pada agama. Jupe bukan tipikal selebritis yang punya kebiasaan menghina atau merendahkan agama. Berbeda dengan beberapa seleb yang tidak dapat saya sebutkan.
Saya merasakan, diam-diam Jupe sebenarnya bukan saja menghormati, tapi mencintai sepenuh hati agama yang diyakininya dengan caranya sendiri. Menurut kabar, di punggung kanan Jupe terdapat tato berbahasa Arab. Jika diterjemahkan lebih kurang “Mari Meraih Kemenangan“. Tato ini menggambarkan itulah suasana dasar kebatinan keagamaan Jupe.
Jupe sudah meninggalkan kita semua dengan berbagai kesan masing-masing. Mari kita do’akan semoga amal baik Jupe selama hidupnya diterima Allah Swt. Amin…