MEDIAHARAPAN.COM, Jakarta – Rencana Menteri Keuangan menaikkan iuran BPJS Kesehatan (BPJSKes) yang besarnya lebih dari 100% menajdi sorotan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), YLKI mendesak pemerintah untuk menghilangkan Kelas Iuran BPJSKes Serta melakukan reformasi total terhadap pengelolaan BPJSKes.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mempertanyakan beban kenaikan iuran, apakah kenaikan itu harus dibebankan ke konsumen, ataukah ada potensi skema lain untuk menekan tingginya defisit finansial BPJSKes. yang artinya, tidak serta merta kenaikan iuran itu menjadi solusi tunggal untuk dibebankan ke konsumen.
“Pemerintah bisa saja melakukan relokasi subsidi energi dan atau menaikkan cukai rokok. Sebagian dari subsidi energi yang masih mencapai Rp 157 triliun sebagian bisa direlokasi menjadi subsidi BPJSKes. Atau yang urgen adalah menaikkan cukai rokok secara signifikan, dan persentase kenaikan cukai rokok itu sebagiannya langsung dialokasikan untuk memasok subsidi ke BPJSKes”. Kata Tulus dari Siaran Persnya, Kamis (29/8).
Menurut Tulus Skema seperti ini selain tidak membebani konsumen BPJSKes, juga sebagai upaya preventif promotif, sehingga sangat sejalan dengan filosofi BPJSKes.
“Selain itu pemerintah bisa menambah suntikan subsidi di BPJSKes, sebab kalau untuk subsidi energi saja pemerintah mau menambah, kenapa untuk subsidi BPJSKes tidak mau? Padahal tanggung jawab terhadap keberlangsungan JKN adalah tanggung jawab pemerintah.” ungkap tulus.
Namun demikian, bila pemerintah tetap ngotot dalam menaikan iuran BPJSKes , YLKI mendesak agar pemerintah melakukan sejumlah langkah yang menjadi tuntutan YLKI:
1. Menghilangkan kelas iuran BPJSKes. Hal ini selaras dengan spirit asuransi sosial yakni gotong royong. Jadi iuran BPJSKes hanya satu kategori saja;
2. Daftar peserta BPJSKes kategori PBI harus diverifikasi ulang, dan agar lebih transparan dan akuntabel nama penerima PBI harus bisa diakses oleh publik;
3. Managemen BPJSKes harus membereskan tunggakan iuran dari kategori mandiri/pekerja bukan penerima upah, yang mencapai 54 persen. Fenomena tunggakan ini jika dibiarkan akan menjadi benalu bagi finansial BPJSKes. Di sisi yang lain, kenaikan iuran untuk kategori peserta mandiri juga akan memicu tunggakan dari peserta mandiri akan semakin tinggi.
4. YLKI juga mengusulkan untuk menjadi mitra faskes tingkat pertama, seperti puskesmas dan klinik, juga harus dilakukan verifikasi, khususnys terkait ketersediaan dan jumlah dokter yang ada:
Dan terkait usulan besaran kenaikan tarif YLKI memberikan toleransi dengan formulasi besaran, sebagai berikut: untuk kategori peserta PBI kenaikannya pada kisaran Rp 30.000-Rp 40.000. Sedangkan untuk peserta non PBI, usulan tarif rata-rata Rp 60.000.
YLKI mendorong pemerintah untuk memrioritaskan skenario yang lain, seperti merelokasi subsidi energi dan atau menaikkan cukai rokok untuk menambal defisit finansial BPJSKes, dan tidak perlu menaikkan tarif. Kenaikan tarif adalah skenario terakhir. Atau setidaknya pemerintah melakukan kombinasi keduanya. (MH007)