“Sebagai salah satu komoditi ekspor dan sedang jadi primadona. Prancis, Turki, China, dan Jepang sudah menghubungi kami, sayangnya karena produksinya masih sedikit, permintaan itu belum bisa terpenuhi. Untuk permintaan lokal saja, kita sudah kewalahan. Sampai saat ini rata-rata industri pengolahan serai wangi di Indonesia membutuhkan 80 ton/minggu,” tutur Kapten Kav. Syamsinir Dt. Alang Gumanti ketua Kelompok Tani Serai Wangi Rizqullah kepada media ini beberapa waktu lalu.
Didampingi pakar perkebunan serai wangi Rafilus sang Kapten menyebutkan, jika beberapa daerah di Kabupaten Tanah Datar terbilang sangat cocok untuk pengembangan perkebunan serai wangi kualitas G-1 atau G-Super, dua varietas ini tergolong bermutu terbaik dan amat diminati pasaran ekspor.
Bersama kelompok binaannya, Pak Syamsinir yang juga Komandan Koramil 07 Rambatan itu melakukan serangkaian percobaan, hingga akhirnya menemukan lahan yang pas di Jorong Panti Nagari Rambatan, Jorong Labuah Limokaum, dan Nagari Saruaso. Sedangkan basis utama pengembangan tanaman serai wangi itu dilakukannya di lahan miliknya di Jorong Panti.
“Di sini serumpun serai wangi bisa berkembang hingga mencapai 5 kilogram atau sekitar 250 batang. Rentang waktu panennya pun bisa lebih cepat, yakni tiga hingga enam bulan untuk panen pertama, dan 30-40 hari untuk panen berikutnya. Ini jelas memberi pendapatan yang bagus untuk para petani,” jelasnya.
Dia uraikan, jika pemeliharaan tanaman serai wangi terbilang cukup mudah. Pemupukan dan pemberian insektisida pun tida seruwet jenis tanaman lainnya. Pemupukan pertama, tuturnya, cukup menggunakan kotoran sapi saja, setelah berusia sebulan, silahkan diberi pupuk tambahan seperti pupuk mutiara dan sejenisnya.
Untuk memenuhi permintaan pasar saat ini, Syamsinir bersama Rafilus dan kelompok binaannya, berupaya memotivasi masyarakat sekitar untuk mau bertanam serai wangi. Target yang hendak dicapai pada tahap awal ini seluas 20 hektare.
“Kita terus berupaya memotivasi petani agar bertanam serai wangi. Pasarnya sangat terbuka, permintaan cukup tinggi. Dengan bertanam serai wangi, kami optimis, petani bisa memperoleh penghasilan rutin per bulan, sebagaimana layaknya pegawai,” kata Dia.
Terkait dengan itu, Syamsinir bersama kelompoknya memang terbilang ketat. Mereka siap menampung serai wangi produksi petani Tanah Datar kualitas G-1, seberapa pun jumlahnya. Selain itu, untuk menjaga mutu, pihaknya juga mensyaratkan, bibit serai wangi yang ditanam petani peminat harus diperoleh dari pusat pembibitan yang sudah disediakan Kelompok Rizqullah.
Syamsinir mengumpamakan, “Dengan memiliki tanaman serai sebanyak 3.000 lobang saja, petani sudah bisa berpenghasialan Rp7 juta hingga Rp8 juta dalam rentang waktu 40 hari. Sungguh, ini merupakan prospek yang menjanjikan, menuju peningkatan pendapatan dan kesejahteraan yang lebih baik, untuk itu saya bertekat mewangikan Tanah Datar dengan serai wangi,” tuturnya.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Setdakab Tanah Datar Syahril, saat mengunjungi langsung perkebunan serai wangi yang dikelola Syamsinir bersama Rafilus mengakui, pengembangan komoditas ekspor itu merupakan prospek bagus yang patut dikembangkan oleh petani di daerah berjuluk Luhak Nan Tuo itu.
Kelompok yang dikelola Syamsinir itu, menurut Syahril, perlu terus didorong untuk mengembangkan kebun-kebun plasma di tengah-tengah masyarakat, sehingga serai wangi dapat tumbuh menjadi komoditas ekspor penting di masa yang akan datang.
“Informasi yang kami peroleh, permintaan serai wangi Tanah Datar cukup tinggi dibanding daerah-daerah lain di Sumatera Barat, karena konsisten dalam menjaga mutu, dan ini perlu dukungan kita bersama termasuk pemerintah daerah” katanya.
Saat ini, Syamsinir sedang mengembangkan penyulingan sendiri dengan tingkat hasil yang cukup bagus. Setelah disuling, dalam 100 kg serai wangi asal Tanah Datar dapat menghasilkan 0,8 kg minyak berkualitas ekspor. Kini sudah ada dua penyulingan dan akan terus dikembangkan hingga mencapai lima penyulingan. (Irfan F)