Oleh: Muslim Arbi
MEDIAHARAPAN.COM – Di saat Ied Fitri 1 Syawwal, sudah menjadi tradisi sungkeman dari seorang anak kepada Orang Tua nya. Tradisi yang baik dan mulia ini dapat di lihat dari lintasan sejarah Para Presiden di Republik ini. Dari foto2 yang beredar di Publik, terlihat dari Presiden Soekarno, Pak Harto dan juga Pak SBY, memperlihatkan foto2 sungkeman kepada Ibunda Tercinta mereka.
Foto sungkeman itu, memperlihatkan betapa mulia nya seorang Ibunda di mata anak nya. Meski pun sang anak telah menjadi Presiden. Dan ini adalah bentuk pendidikan akhlaq yang mulia sebagai yang di ajarkan tradisi dan Agama. Seorang Presiden, patut memberikan contoh dan ketauladanan, bagaimana seharusnya seorang anak bersikap di hadap orang tua nya di momen fitri ini.
Terkait soal di atas, publik bertanya, di mana foto2 Pak Presiden Jokowi sungkeman dengan Ibunda tercinta nya? Ko ga beredar? Sedangkan foto2 ama hewan2 piaran saja di edarkan kan? Bahkan sowan ke Kebon Binatang Ragunan saja di publikasikan. Jadi publik bertanya tanya soal foto sungkeman itu. Boleh kan ada rasa penasaran publik? Dan hal ini jangan bikin istana gusar lalu di tuduh tulisan ini menjadi semacam ujaran kebencian ya?
Jangan sampai karena Pak Amien Rais dan Alumni Aksi 212, Komnas HAM (Natalius Pigai), penulis Buku Jokowi Undercover, Bambang Tri, meminta TES DNA, lalu Istana tidak berani muncul kan foto sungkeman ya?
Jadi, semestinya foto sungkeman itu bisa menjawab siapa sesungguhnya Ibunda Presiden Joko Widodo. Sekaligus menepis desakan tes DNA itu. Tetapi, jika tidak, maka soal tes DNA itu akan di anggap benar, dan perlu di lakukan untuk perjelas siapa sesungguhnya Ibu Kandung Presiden Joko Widodo.
Jangan sampai, tidak berani nya Istana meliris foto sungkeman itu akan semakin menguat kecurigaan publik bahwa Orang Tua dan asal usul Presiden Joko Widodo memiliki sejarah dan latar belakang yang kurang jelas. Dan asumsi publik itu wajar saja. Karena soal asal usul seorang Presiden itu sangat penting terlebih menyangkut sejarah bangsa ini.
Selain hal di atas adalah keheboan yang di lakukan oleh Putera Bungsu, Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep yang memposting video yang di anggap lakukan penghinaan atas kaum mayoritas di republik ini dan di laporkan ke kepolisian oleh seorang pelapor. Mestinya Polisi terima laporan pelapor nya dan mengusut Kaesang Pangarep, sama seperti kasus2 yang lain. Jangan karena Kaesang Putera Presiden maka seolah kebal hukum.
Dahulu, di era Presiden SBY, di saat ada rumor soal status rumah tangga nya dengan Ibu Ani, Presiden yang mantu Jendral Sarwo Edhie Wibowo itu datang ke Polda Metro Jaya untuk kasus yang di tuduhkan kepada nya itu. Bahakan Besan Presiden SBY, Aulia Pohan pun harus meringkuk di penjara atas kasus nya.
Jadi terkait dengan Video Kaesang yang menghebokan itu kepolisian mesti berlaku profesional. Jangan ada yang di istimewakan. Jika tidak hukum di rusak oleh penegak hukum itu sendiri karena ada yang jadi anak emas, karena kebetulan Putra Bungsu Presiden.
Hal berikutnya adalah Presiden boyongan keluraga di saat kunjungan kerja ke Jerman. Ini adalah prilaku dan memberikan contoh yang tidak baik dan sensifitas terhadap derita rakyat. Disaat utang negara numpuk, segala bentuk subsidi di cabut untuk selamatkan keuangan negara. Eh malah ada pemandangan keluarga Presiden ikutan kunker. Jika saja hal itu di lakukan oleh insitusi negara di luar Istana, maka KPK sudah berteriak dan bertindak.
Juga, Presiden mudik ke Solo, pake Pesawat Kepresiden, ko KPK mingkeng? Padahal sebelum nya KPK berteriak keras dengan ancaman kepada pejabat negara yang gunakan fasilitas negara untuk soal2 kebutuhan pribadi. Pantas saja ada yang bergumam, Jokowi ini sudah seperti seorang Raja saja.
Padahal, konsitusi kita tidak mengenal sistem kerajaan dan raja di Republik ini. Dalam sistem ketatannegaraan yang kita kenal adalah Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Bukan Raja yang kekuasaan dan kewenangan nya tidak terbatas. Istana tidak boleh perlakukan Jokowi sebagai raja. Jika anak nya dan ipar nya di duga lakukan pelanggaran hukum, maka harus di proses sesuai dengan prosedur hukum yang ada.
Dalam kunjungan ke Jerman sekarang ini, terkesan Presien Joko Widodo mau menyamai seperti Raja Salaman yang berlibur ke Prancis beberapa saat lalu. Raja Salman dari Arab Saudi yang boyong keluarga dan putera mahkota nya. Yang Jelas Presden Joko Widodo bukan Raja Salam kan? Bahkan ada sebuah media besar yang selama ini menjadi penyanggah Istana pun berteriak: Jokowi bawa anak, cucu menantu ke Jerman Tak Beri Ketauladanan.
Ada yang lucu, potret beredar Presiden dan Ibu Negara turun lewat pintu depan Pesawat Kepresidenan sedangkan keluarga nya lewat pintu belakang? Soal kunjungan bawa keluarga ini, ada yang komentar sinis. Mumpung masih jadi sebagai Presiden. Kalau sudah ga jadi kan ga munhkin bisa boyongan. Kapan lagi?
Terakhir, dalam catatan ini adalah terlihat ada foto yang beredar saat di Turki adalah Presiden Joko Widodo berkunjung dan beri penhormatan ke Mouseleum, Musthafa Kemal Attaturk.
Apakah ini sengaja di lakukan untuk ambil pelajaran bagaimana Attaturk, mengahancurkan dan merusak Turki yang dahulu nya adalah pusat ke Khalifaan Turkey Ottoman? Apakah Jokowi mau jadi Attaturk di Negeri yang Mayoritas Muslim ini?
Meski demikian dalam kunjungan ke Turki ada hasil investasi Turki Rp 6,7 Triliun.
Tepian Kali Barantas, 8 Juli 2017