Oleh: Dr. Budiharjo, M.Si
Wakil Direktur Program Pascasarjana Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)
MEDIAHARAPAN.COM – Setelah 89 tahun, peringatan Sumpah Pemuda semakin relevan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu ciri khas dalam Sumpah Pemuda adalah semangat menomorduakan keinginan menjadi nomor satu diri sendiri, demi Indonesia. Di tahun 1928, para pemuda bersedia membatasi diri demi persatuan bangsa. Ini semangat yang relevan saat ini, di mana masing-masing kelompok ingin tampil dan ingin menguasai panggung kehidupan bangsa dan negara kita.
Intinya adalah pengorbanan. Kita bisa lihat, ketika etnis Jawa di tahun 1928 sebagai mayoritas. Namun, dalam Sumpah Pemuda, para pemuda Jawa memilih untuk menjunjung satu bahasa, bahasa Indonesia. Selain, tentunya mereka bersumpah untuk mengakui satu tanah tumpah darah dan bangsa, yakni Indonesia. Identitas bahasa, ras dan kelompok dipinggirkan demi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kesadaran untuk bangkit dari keterpurukan akibat penjajahan dimulai pada tahun 1908. Rakyat Indonesia, khususnya kaum muda membentuk perkumpulan yang tujuannya adalah satu, menentang penjajahan. Perkumpulan-perkumpulan itu berbasis kesukuan dan membawa ciri khas daerah masing-masing. 20 tahun kemudian, kesadaran untuk melahirkan kekuatan nasionalisme semakin memuncak. Bangga dengan Indonesia dan mendahulukan persatuan, lahir dari berbagai perkumpulan, baik itu berbasis suku, agama ataupun daerah.
Bisa dibilang, para pemuda saat itu berada di puncak kegairahan berbangsa dan bernegara. Mereka menemukan jati diri, serta memiliki kesamaan cita-cita, yakni memerdekakan Indonesia. Dari kelompok agama, lahir Muhammadiyah, Masyumi, Syarikat Islam hingga Nahdhatul Ulama. Masing-masing memiliki sayap pemuda yang juga bergerak melawan kolonialisme.
Dari kelompok nasionalisme, ada Persatuan Perhimpunan Indonesia, PPPKI dan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang telah membangkitkan rakyat Indonesia untuk kembali berjuang dari penjajahan Belanda. Jiwa persatuan pun memenuhi udara politik di tahun 1928. Titik didih darah muda seantero rakyat Indonesia telah mencapai klimaks pada saat itu.
Secara hakikat, Sumpah Pemuda bukan hanya perjuangan pemuda, melainkan hasil perjuangan segenap lapisan masyarakat Indonesia. Sumpah Pemuda adalah kulminasi dari perjuangan nasional yang tidak bisa terjadi karena merupakan syarat untuk berhasilnya perjuangan bangsa dan kelangsungan hidup Indonesia sebagai bangsa dan negara yang besar.
Dalam konteks semangat Sumpah Pemuda, kita bisa memetik pelajaran berharga. Apalagi, saat ini, Indonesia di tengah ancaman disintegrasi bangsa akibat banyak hal. Ancaman perang asimetris dan proxy war begitu nyata. Tentunya, kita tidak ingin Indonesia terpecah belah akibat tidak adanya rasa cinta tanah air dan Bela Negara. Untuk itu, Bela Negara harus menjadi spirit kaum muda agar semakin mudah mendeteksi semua ancaman nyata yang bisa saja meruntuhkan NKRI.
Bela Negara menjadi konsep tentang patriotisme yang di dalamnya tersimpan nasionalisme tinggi. Cinta tanah air dan siap membela keutuhan negara adalah bagian dari patriotisme itu sendiri. Secara konstitusional, Bela Negara telah diatur dalam sejumlah perundang-undangan. Ada tiga landasan, yakni landasan idiil adalah Pancasila, landasan konstitusional adalah UUD 1945 dan landasan operasional adalah UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan UU No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Landasan-landasan tersebut menunjukkan bahwa Bela Negara adalah program sah yang memang menjadi kewajiban negara untuk melaksanakannya. Sementara, warga negara pun dibebani kewajiban untuk melaksanakannya sebagai instrumen pertahanan negara. Warga negara menjadi komponen cadangan, selain ada TNI sebagai komponen utama ketika Indonesia dalam kondisi perang.
Di era milenial saat ini, tentu tidak sama teknis caranya membangkitkan semangat nasionalisme dengan tahun 1928. Meski berbeda, namun satu hal yang harus diingat bahwa di tahun 2017 memiliki kewajiban yang sama untuk menjaga semangat Sumpah Pemuda. Intinya menghilangkan keinginan untuk tampil bagi diri sendiri atau kelompoknya, demi mempertahankan persatuan Indonesia. Semangat ini yang tidak boleh hilang.
Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib untuk melaksanakan bela negara. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dicantumkan bahwa upaya bela negara adalah sikap dan perilaku setiap warga negara. Dengan demikian, kaum muda Indonesia harus bangkit dengan semangat nasionalisme demi keutuhan bangsa dan negara. Tentunya relevan dengan semangat Sumpah Pemuda yang diperingati setiap 28 Oktober. (*)