Mediaharapan.com, Jakarta – Asosiasi Badan Penyelengara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (BPTSI), melaksanakan Seminar Nasional Strategi Perencanaan Pajak PTS Menyongsong Era Baru Perpajakan Melalui Undang-Undang No 11 Tahun 2016. Mengingat pemerintah menerapkan program pengampunan pajak atau amnesti pajak yang bertujuan merepatriasi dana dari luar negeri, memperluas basis pajak, memperbaiki administrasi pajak dan meningkatkan penerimaan negara.
Program tersebut berpotensi menjadi jembatan menuju sistem perpajakan baru yang didasarkan pada prinsip transparansi, akuntabilitas dan keadilan. Sebagai tindak lanjut pemerintah pun menerbitkan PMK No 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan UU No 11/2016 dan berbagai aturan turunan lainnya. Tindak lanjut terakhir yakni Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-20/PJ/2017 tentang Pengawasan Wajib Pajak Pasca Periode Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak Ikut TA dan bagi Wajib Pajak tidak ikut TA.
“Namun, kebijakan tersebut ternyata memiliki efek samping yang sering terlupakan, diantaranya penegakan hukum pasca-amnesti pajak, kapasitas lembaga otoritas pajak yang menguat, ketersediaan informasi di era transparansi, serta perubahan hukum pajak yang memerlukan adjustment jelas berpotensi meningkatkan potensi sengketa pajak. Padahal, sengketa pajak merupakan hal yang tidak terhindarkan dalam sistem perpajakan serta memberikan dampak negatif kepada kepatuhan dan berbagai seketa perpajakan,” kata Ketua Umum BPPTSI, Thomas Suyatno, dalam acara seminar bertajuk Strategi Perencanaan Pajak PTS Menyongsong Era Baru Perpajakan, di Jakarta Pusat, Kamis (30/11/2017).
Menurut dia, Bagi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta (PTS) berbentuk yayasan, peraturan perundang-undangan tersebut justru menimbulkan kebingungan dan kesulitan dalam pelaksanaannya.
Berbagai permasalahan timbul di bidang perpajakan, ditambah dengan beragamnya peraturan perundang-undangan perpajakan bagi Yayasan, seperti Pajak Penghasilan, Yayasan sebagai wajib bayar Pajak Penghasilan, Yayasan sebagai Wapu PPh, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD), serta berbagai peraturan daerah tentang PBB.
“Pengalaman pahit dari begitu banyak badan penyelenggara PTS yang dikenakan denda atau penalti hingga ratusan miliar rupiah telah menimbulkan trauma berat bagi Yayasan sebagai badan penyelenggara PTS,” tandasnya. (*)