MEDIAHARAPAN.COM, Bandung – Puluhan peserta aksi dari Gerakan Peduli Perempuan (GPP) Bandung menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS).
Menurut mereka, poin-poin di RUU ini berbenturan dengan norma-norma di masyarakat. Aksi yang digelar di Car Free Day Dago (21/07) ini dimulai dengan kegiatan long march, penyebaran pamflet poin-poin penolakan, orasi, dan penanda tanganan petisi.
Jurubicara Aksi, Andri Oktavianas mengatakan penolakan atas pensahan RUU P-KS, karena ia paham siapa pengusung dan agenda terselubung dari RUU tersebut. Bahkan, kajian bersama para ahli dan akademisi sudah lama dilakukan.
“Sehingga kesimpulan dari penelitian-peneltian tersebut adalah RUU ini berbahaya jika disahkan, karena banyak istilah-istilah yang multitafsir seperti makna dari kekerasan seksual itu sendiri, yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah baru”, jelas Andri.
Ami, salah seorang peserta aksi menegaskan bahwa penolakan terhadap RUU ini penting untuk dilaksanakan. Alasannya karena, penolakan ini bukan untuk kepentingan golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan seluruh masyarakat Indonesia. Masyarakat harus diberikan pencerahan soal RUU ini, dilihat sekilas RUU ini seolah menawarkan solusi atas permasalahan yang terjadi disekitar kita.
“Tetapi kalau dilihat dari naskah akademiknya terdapat poin-poin yang bermasalah sehingga agenda-agenda yang bertentangan dengan nilai-nilai sosial dimasyarakat akan mudah dilegalkan seperti, zina, prostitusi, bahkan keberadaan kaum homoseksual”, tegas Ami.
Peserta aksi lainnya, Erlin berpendapat bila RUU ini memihak kepada rakyat Indonesia, dalam penyusunan naskahnya seharusnya lebih memperhatikan kondisi Indonesia yang memegang nilai-nilai tertentu.
Tidak bisa mengadopsi utuh frame kekerasan seksual yang di usung PBB secara bulat-bulat.
“Harus di kaji agar tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di sini”, ungkap mahasiswi psikologi di Bandung itu.
Tak hanya dari kalangan mahasiswa, peserta aksi penolakan ini juga datang dari kalangan pekerja dan ibu rumah tangga. Aksi ini merupakan lanjutan dari aksi-aksi sebelumnya yang telah digelar di berbagai kota, seperti Jakarta, Samarinda, dan Padang. (bilal)