Oleh: Fuad Bawazier
Dua negara pelopor mazhab globalisasi ekonomi/free trade/privatisasi/kapitalisme dg pasar bebas adalah USA dan Inggris. Dimulai sejak Presiden Ronald Reagan dan PM Margareth Thatcher. Dg bantuan IMF, Bank Dunia, WTO dll gerakan mazhab ekonomi ini dg cepat mendunia. China yg baru bangun dari tidur lamanya segera memanfaatkan gelombang globalisasi dg sistem kapitalisme dan free trade ini dan sukses besar mendongkrak pertumbuhan ekonominya melalui arus masuk investasi dan teknologi ke negerinya sehingga menjadi negara dg cadangan valas terbesar di dunia, melebihi USD 3 Triliun.
Kini China diperhitungkan di kancah internasional sbg salah satu adidaya ekonomi dan militer. Hebatnya China mampu memanfaatkan gelombang kapitalisme pasar bebas dunia yg digerakkan negara2 Barat ini tanpa mengubah sistem politik dan ketatanegaraan di dalam negerinya.
Sebaliknya Indonesia, negeri yg sebenarnya paling tidak (belum) siap menghadapi gelombang perubahan yg di pelopori Amerika dan Inggris itu, tetapi paling getol mendukungnya. Sampai-sampai konstitusi dan sistem ketatanegaraannya ikut drastis diubah. Bila China berhasil mengubah negerinya menjadi produsen dan eksportir utama dunia, Indonesia justru semakin bergantung pada import dan menjadi sasaran konsumen dunia.
Dalam 3 dekade perkembangannya, mazhab ini mulai menuai kritik dahsyat terutama dari kelompok masyarakat yg merasa dirugikan. Sangat mengejutkan Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit) yg lahir sbg produk dari mazhab globalisasi pasar bebas. Kini Donald Trump,– pengusaha yg amat mempercayai ekonomi pasar dan peran swasta dlm ekonomi,– terpilih sbg Presiden Amerika. Sejak awal masa kampanyenya Trump menyerang praktek2 globalisasi dan free trade and investment. Trump lebih mempercayai ekonomi nasional dg sistem proteksionisme baik dlm bidang investasi maupun perdagangan.
Dua negara besar ini,- USA dan UK,- selalu dikenal mampu mewarnai wajah atau ideologi ekonomi dunia. Karena itu, bila trend yg terjadi di Inggris dan Amerika ini berlanjut, nampaknya dunia akan kembali mengatur sistem ekonominya dg cara lama alias sistem proteksionisme yg dinilai sbg instrumen koreksi atas ketimpangan ekonomi antar negara. Trump atau Amerika mulai melarang produsen otomotif yg akan memasarkan produksinya ke USA mendirikan pabrik baru di Meksiko. Rencana TPP (Trans Pacific Partnership) dihentikan. Sistem tarif (bea masuk) akan digencarkan lagi di Amerika. Perlindungan thdp buruh di dalam negeri mereka akan diutamakan. Dapat diperkirakan kebijakan ekonomi baru Inggris dan Amerika ini akan terus berlanjut dan pelan pelan menggerogoti arus kebebasan globalisasi free trade dan investasi yg mereka nilai lebih menguntungkan China. Amerika dibawah Trump kini menyerukan “MAKE AMERICA GREAT AGAIN”.
Sementara itu, Indonesia yg jelas jelas kedodoran dlm mengikuti arus globalisasi free trade dan kapitalisme internasional, justru semakin getol dan latah mendukungnya sampai sampai hampir telanjang bulat tanpa proteksi apapun. Seakan akan sedang menyerukan “MAKE INDONESIA OCCUPIED AGAIN”. Praktis semua kekayaan alam, industri strategis dan barang2 konsumsi sehari hari sudah dikuasai asing. Saking globalisasinya, pulau pulau dan posisi2 atau jabatan2 strategispun akan “diglobalisasikan” atau di tawarkan ke asing. Konon para pekerja hiburan malam dan pekerja iseng pemuas hidung belang juga sdh dijarah pendatang asing. Lalu apa yg tersisa utk anak bangsa ini ?
Wallahualam bisawab.
Jakarta, 16 Januari 2017
Fuad Bawazier, 16 Jan 2017.