MEDIAHARAPAN.COM, Bengkulu -Selain gempa dan tsunami, potensi likuifaksi juga mengancam Bengkulu, seperti yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah, pada Jumat, 28 September 2018.
Peneliti Geoteknologi LIPI, Adrian Tohari mengatakan, sebaiknya Provinsi Bengkulu bersiap diri menghadapi likuifaksi..“Memang, likuifaksi di Palu potensinya lebih berbahaya ketimbang Bengkulu. Tapi, tidak ada salahnya bila pemerintah dan masyarakat mengetahui ancaman tersebut agar meminimalisir dampak bencana,” terangnya kepada Mongabay, Jumat [20/9/2019].
Adrian Tohari sudah melakukan kajian likuifaksi di Bengkulu pada 2007. Hasilnya, wilayah Bengkulu rentan sekali dengan tanah amblas akibat gempa.
Berdasarkan peta geologi dan hasil penelitian Adrian, lapisan tanah di pesisir Bengkulu terbentuk oleh endapan pasir berdasarkan variasi kepadatan dan kedalaman. “Lapisan pasir yang tidak padat itu cenderung amblas ketika terjadi gempa,” katanya.
Adrian juga menjelaskan, wilayah pesisir Kota Bengkulu memilik air tanah yang dangkal, berkisar 2-4 meter dari permukaan darat. “Menyebabkan lapisan tanah tidak padat. Air tanah yang dangkal akan luruh ketika gempa bumi dahsyat terjadi,” lanjutnya.
Adapun wilayah dengan kerentanan tinggi terjadinya likuifaksi di Bengkulu adalah sepanjang Pantai Panjang, Lempuing, Penurunan, Padang Harapan, Kandang, Teluk Sepang, dan sekitar Danau Dendam Tak Sudah. Alasannya, daerah ini terdiri dataran yang tersusun endapan pasir.
Wilayah dengan kerentanan sedang dan rendah meliputi daerah ketinggian, yang tersusun endapan vulkanik, seperti Pagardewa, Pekan Sabtu, Dusun Besar, Kebon Tebeng, Sukarami, dan Kota Bengkulu.
.“Walau demikian, likuifaksi Palu dan Bengkulu berbeda. Kalau di Palu seperti tanah meleleh karena amblas sekian meter, sehingga berdampak merobohkan rumah, sedangkan likuifaksi Bengkulu berupa amblas tanah beberapa sentimeter. Dampaknya, penurunan pondasi bangunan,” jelas dia.“Mitigasi terbaik menghindari likuifaksi adalah membuat peta zonasi kerentanan amblasan,” tegasnya.
Lanjut Ahli geologi dari ITB, Imam Achmad Sadinum menjelaskan, fenomena likuifaksi secara sederhana diartikan sebagai perubahan material padat [solid], dalam hal ini endapan sedimen atau tanah sedimen, yang akibat gempa, meterial tersebut seakan berubah karekternya seperti cairan [liquid] Pemerintah Kota Bengkulu harus sigap tanggap bencana dengan membuat tata ruang dan panduan struktur bangunan jelas di daerah rawan gempa.
“Sekaligus memastikan, berfungsinya jaringan instrumen pemantau, seperti GPS dan seismometer. Begitu juga kegiatan survei dan pemetaan terhadap potensi Likuifaksi, harus dilakukan.” Tutupnya.
mongobay.com (PANUT)