Oleh : Dody Rudianto
(Sekjen LSM PEACE)
Keberuntungan SBY selalu berada pada situasi ia sedang didolimi. Dulu ia sewaktu berhasil menjdi presiden, krn ia sering dibully. Tapi malah ia mendpt simpatik rakyat dan mendukungnya.
Kini SBY mengalami situasi yg hampir sama. Ketika elabilitas Agus – Silvie turun anjlok, nama SBY terpuruk oleh sangkaan negatif macam2, bahkan diisukan makar,). Namun, tiba2 sekejap ia mendptkan durian runtuh, memperoleh peluang, naik daun kembali, berkah dr si mulut ember Ahok, menyeret namanya di pengadilan.
Naluri politik SBY cepat tanggap, ia segera menggelar konperensi press. Ia tampil bersahaja, kata2nya pun datar, terkesan memelas, klop lah, mk terbentuklah citra sbg orang yg sedang didlolimi. Memohon keadilan. Berballklah citra negatif, tudingan opini sekarang mengarah ke istana.
Dianggap ada intervensi Istana untuk melindungi oknum penista agama alias Ahok, memicu kegusaran rakyat secara masif.
Terlebih tampak ada kepentingan PDIP untuk memenangkan Ahok di Pilgub DKI. Hal itu jg terkait dengan sikap Polri yang gencar mengkriminalisasi pelaku makar dan membidik kubu Agus-Sylviana yang merupakan rival terberat Ahok di Pilgub DKI.
Tindakan Polri disyalir sebagai “politik” untuk mendongkrak elektabilitas Ahok yang makin anjlok lantaran terseret kasus penistaan Al Qur’an.
Celakanya, kebijakan istana tampil di air keruh ikut memanasi situasi dengan memanfaatkan mantan Ketua KPK Antasari Azhar tampil di istana yg memberikan kesan seolah SBY dalam sanderaan Istana.
Untuk hajat besar itu, pihak istana menggelar jamuan spesial dengan Antasari. Usai pertemuan, beredar rumor bahwa SBY merupakan aktor utama dalam kasus kriminalisasi Antasari.
Bukan baru kali ini SBY dinistakan. Tapi sejak pasca aksi 411 dan 212, sang Jenderal yang santun itu bertubi-tubi dibully di media sosial oleh loyalis pembela oknum penista agama (Ahok).
SBY dituding terlibat makar, provokator, pencuri uang negara, politisi busuk, pendendam, super licik serta segala rupa macam hujatan dan cacian. Tragisnya, peneliti LIPI, Syamsuddin Haris, menuding SBY sebagai provokator tingkat tinggi.
Tudingan tidak bermoral itu merujuk pada sikap SBY yang secara terbuka membela aspirasi umat Islam jelang aksi unjuk rasa 411.
“Saya menyayangkan SBY. Dia sudah menjadi provokator sama seperti pemimpin organisasi kemasyarakat (ormas) keagamaan yang selalu membuat resah masyarakat,” kata Syamsuddin.
Pernyataan Syamsuddin dan para buzzer Ahok bergulir seiring dengan sikap Polri yang super reaktif membidik ulama dan Sylviana serta terkesan mencari-cari kesalahan SBY.
Tindakan tidak elok itu wajar membuat SBY terusik, terlebih para petinggi TNI kian gusar. Maklum SBY adalah sosok Jenderal TNI muslim yang dihormati, termasuk dicintai oleh jutaan rakyat.
Situasi makin mendidih, beberapa jam lalu juru bicara Presiden, Johan Budi mencoba meredam dinamika publik.
Johan Budi melantunkan retorika normatifnya, bahwa Presiden Jokowi bersikap netral dalam Pilgub DKI. Presiden punya komitmen agar pelaksanaan pilkada itu berlangsung secara demokratis dan transparan,”(republika 31/1/2017).
Reaksi Istana dipicu oleh protes SBY dan para petinggi Demokrat yang menuding bahwa: “Gejala ketidaknetralan negara beserta aparaturnya mulai tampak terlihat. Campur tangan kekuasaan dinilai telah melampaui batas,” (sumber republika).
Pernyataan SBY sangat terang, tegas dan mewakili aspirasi rakyat. Sebaliknya tanggapan jubir Presiden tidak lebih hanyalah ekspresi bantahan Istana.
Pihak istana terkesan panik. Shg menurunkan tiga jenderal utk sowan ke Pak Ma’rub Amin, seakan2 kesalahan Ahok itu menjd kesalahan istana jg.
Langkah yg kurang taktis dan tdk cermat ini terkesan buru2 super reaktif. Yg diutus Luhut, menteri maritim dan beragama Kristen, blas ngga nyambung sama sekali. Kalo nama Menko Polhukam Wiranto, msh ada relevansinya.
Kejadian Ini membuka mata publik, Ahok terbukti dilindungi pihak istana dan jg bs ditafsirkan membawa misi Kristen (krn ada figur Luhut yg ngga jelas urusannya). Terasa blunder.
Opini masyarakat Islam yg semula minir thdp SBY, kini terasa mulai terhapus, dan malahan beralih mendukungnya.
Kali ini, bila SBY lebih berhati2, kalkulasi langkah politiknya lbh cermat, dan hrs meninggalkan kebiasaan buruknya, jangan lg suka mengumbar curhat sama rakyat, pasti dukungan publik thdp SBY akan mengalir kembali.
Jakarta, Jum’at 3 Februari 2012