MEDIAHARAPAN.COM, BOGOR — Ketua IPB SDGs (Sustainable Development Goals) Network Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, menyoroti permasalahan konsumsi pangan –khususnya kecukupan gizi seperti ancaman stuting (kekurangan gizi kronis pada anak)– berada di tingkat keluarga. Pembicaraan soal pemenuhan gizi keluarga tidak sebatas membahas aspek sosial-budaya dan selera makan, melainkan juga terkait pengetahuan dan kesadaran akan gizi. Hal tersebut terungkap dalam acara Bincang-Bincang Aksi Relawan Mandiri Himpunan Alumni IPB (BBA) Volume 3 dengan topik “Ketahanan Pangan di Masa Pandemi” (12/12/2020).
Dr. Bayu khawatir dengan dampak pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir sepanjang tahun 2020 ini menimbulkan dampak serius pada banyak sektor, termasuk pada kemampuan masyarakat dalam menyediakan, menjangkau, dan memanfaatkan bahan pangan bagi keluarga. Dengan kondisi ini, yang harus dikedepankan untuk dicapai adalah ketahanan pangan dan gizi berbasis konsumsi pangan keluarga.
“Dua pertiga urusan kelaparan berhubungan dengan cukup konsumsi pangan dan gizi, terutama pada seribu hari pertama kehidupan,” ujar pria yang pernah menjabat Wakil Menteri Perdagangan (2011-2014) ini.
Berbeda dengan aspek produksi, permasalahan konsumsi pangan –khususnya kecukupan gizi seperti ancaman stuting (kekurangan gizi kronis pada anak)– berada di tingkat keluarga. Pembicaraan soal pemenuhan gizi keluarga tidak sebatas membahas aspek sosial-budaya dan selera makan, melainkan juga terkait pengetahuan dan kesadaran akan gizi. ungkap Dr Bayu
Adanya pandemi ini memaksa pemerintah menerapkan pembatasan dalam berbagai bidang. Kebijakan tersebut ikut mempengaruhi ketahanan pangan, khususnya ketersediaan dan kemudahan akses terhadap pangan oleh masyarakat.
Dalam hal ini, “peran ibu menjadi sangat penting. Pendapatan keluarga juga menjadi hal kritikal untuk memastikan agar makanan sehat dapat tersaji setiap hari. Di luar itu, pemahaman soal sistem pangan (food system), memegang peran penting, mengingat ketahanan pangan bukan hanya masalah produksi, melainkan juga distribusi, pengolahan, penyimpanan, hingga konsumsi.“ pungkas Dr Bahyu Krisnamurthi
Ketahanan pangan, menurut UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Ketahanan pangan sendiri dipengaruhi setidaknya lima faktor, yakni kondisi ekonomi, politik, sosial, dan keamanan.