MEDIAHARAPAN.COM, Jakarta (27/03/19) – Mahkamah Konstitusi besok (28/03/19) akan memutuskan kisruh aturan terkait UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang belum mengatur secara khusus tentang surat suara bagi pemilih yang pindah memilih saat pemungutan suara.

Direktur Eksekutiv Jasa Riset Indonesia (JaRI) Nasir Alsea, mengatakan “problemnya adalah proses pendataan pemilih yang tidak baik (kredibel) dan di biarkan menjadi bom waktu dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) ”
Nasir menegaskan “yang bermasalah sebenarnya adalah DPT, hal ini sangat urgent karena terkait kredibilitas, teransparansi dan akurasi, hasil validasi banyak duplikasi atau ganda, serta ketidak sesuaian NIK serta NKK, data Tanggal kelahiran dan lain-lain”.
“kerdibiltas DPT ini menjadi kepentingan nasional karena pemilu adalah konsensus nasional datanya harus akuntabel dan transparan dari hului sampai hilir dan prosesnya lama, ini beban tanggungjawab penyelenggara (KPU)”, jelas Nasir.

Terkait uji materi yang di lakukan oleh pengamat dan kelompok kepentingan uji materi ke MK terkait Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), “Kami melihat hanya uapaya mengalihkan persoalan DPT yang invalid dengan meminta legitimasi MK mempermudah mobilisasi pemilih tambahan di TPS”.
Direktur JAri mengingatkan “Pelaksanaan Pemilu itu pada hari libur nasional konsentrasi dari DPTb adalah dari kawasan industri, perkebunan, pertambangan dan tempat pendidikan di mana banyak pekerja atau mahasiswa yang berasal dari daerah lain”, ungkap Nasir.
Undang-undang hanya mengatur pencetakan surat suara untuk pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), ditambah 2 persen surat suara cadangan yang dihitung dari DPT per TPS.
Surat suara cadangan itu dialokasikan untuk surat suara yang rusak.
“Untuk DPTb yang ini tidak ada surat suaranya. Yang KPU perlukan adalah surat suara dicetak berdasarkan DPT, DPTb, dan dua persen dari DPT. Dua persen kan lain cadangan, untuk keliru coblos, rusak, itu diganti,” kata Viryan di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (22/2/2019).
Selain mengimbau uji materi UU Pemilu, kata Viryan, KPU juga mendorong opsi penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menjamin hak pilih dari pemilih DPTb. Perppu merupakan domain dari pemerintah.
Sebagaimana diketahui, konsentrasi dari DPTb adalah kawasan industri, perkebunan, pertambangan dan tempat pendidikan di mana banyak pekerja atau mahasiswa yang berasal dari daerah lain.