Penulis : Sirajul Fuad Zis, S.I.Kom
MEDIAHARAPAN.COM, Jakarta – Perkembangan identifikasi waktu telah dirasakan di Indonesia. Perkembangan komunikasi telah bertransformasi menjadi 4.0. Raj School of Communications (RSC) selenggarakan talkshow perkembangan komunikasi 4.0 di Plaza Semanggi (23/02).
Sejatinya, perkembangan 4.0 sebagai bentuk perubahan sistem. Akses penggunaan beralih kepada komputerisasi atau digitalisasi.
Artinya perubahan ini dapat menggantikan pekerjaan manusia, kemudian menggunakan robot untuk pekerjaan yang lebih efisien.
Perusahaan mana yang tidak tertarik melihat perkembangan 4.0 tersebut, dengan biaya yang rendah dengan menggaji karyawan sedikit lebih menguntungkan.
Perkembangan 4.0 pun sudah bisa dinikmati oleh penduduk di kota-kota besar. Dengan menggunakan uang elektronik, tranportasi online, berkenalan lewat media sosial dan lainnya.
Menjadi sebuah bukti, akan ada pengurangan karyawan. Dampak ini bisa saja terjadi perlahan, waktu yang akan menjawab. Perkembangan komunikasi 4.0 tak sekedar perkembangan yang biasa sebenarnya.
Karena, setiap orang bisa menjadi konten kreator yang membuat, menciptakan dan mempublikasikannya lewat paltform berskala International.
Semua orang yang mengakses internet, bisa saja mampir terhadap konten yang dibuat. Kecanggihan ini harus dimanfaatkan dengan baik.
Raj School of Communications sebagai sekolah informal, melaksanakan kegiatan positif tersebut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang siap menerima kehadiran 4.0.
Ketidakseimbangan teknologi terbaru terkadang tidak seimbang dengan sumber daya manusia yang masih belum selaras dengan cara pemakaian. Respon terhadap suatu kejadian dapam dunia komunikasi 4.0, seakan tidak berjalan dengan garis lurus.
Oleh karena itu, kesiapan mental pengguna 4.0 perlu juga di edukasi. Agar tidak terjadi ketimpangan masa depan yang tidak diinginkan.
Ikhsan Tualeka, Chairman Empower Youth Indonesia (EYI) menyampaikan, perlu adanya keseimbangan dan attitude dalam mengunakan media digital 4.0.
Harus ada konten yang memang bisa dilirik oleh orang lain dan membuat orang lain bisa melihat konten tersebut. Sehingga ada pengaruh yang dapat dilihat.
Hafielws, sebagai anak muda milenial juga membenarkan hal tersebut, berbicara mengenai konten. Ia menyatakan bahwa konten yang dilirik dan viral malah konten yang bersifat tidak serius.
Sedangkan konten yang dibuat oleh para intelektual, dikonsep dalam bentuk yang kaku. Tidak dilirik sama sekali, bahkan dapat tenggelam begitu saja.
Fenomena yang baru saja terjadi di Bengkulu, seorang suami menggorok dan membelah perut istrinya yang sedang hamil tua. Jika dikaji, permasalahannya sangat sepele tapi fatal.
Sang istri tidak mau memberikan akses smartphone kepada suaminya. Akhirnya terjadilah pertengkaran antara mereka berdua.
Sementara itu, contoh kasus lain seorang tokoh publik membagikan karikatur seronok yang di capture tanpa memberikan sumber. Bagi sebagian orang, apabila yang membagikan rakyat biasa tentu juga biasa saja respon masyarakat.
Namun hal demikian dibagikan oleh orang terpandang dengan konten tulisan yang sebenarnya melarang orang untuk perlakuan seronok. Bagiamana pun alasanya, ketika orang melihat lebih fokus kepada gambar yang ditampilkan dilayar.
Begitu mudah cara informasi disebarkan sesuka hati, tanpa ada redaktur yang menyetujui tulisan dan konten yang mau dipublikasikan.